REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bertekad akan mengawal upaya hukum berupa Peninjauan Kembali (PK) yang akan dilayangkan Indar Atmanto, mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) ke Mahkamah Agung (MA).
"Kami siap mengawasi dan mengawal jalannya PK Pak Indar karena kasus ini sangat kental aroma politiknya. Di sisi lain, hasil PK ini berdampak besar terhadap industri telekomunikasi Tanah Air," kata Ketua Umum APJII Sammy Pangerapan, dalam siaran persnya, Kamis.
Menurut Sammy, proses PK ini wajar dikawal karena pihaknya mencatat ada 16 internet service provider (ISP) dan lima operator yang memiliki model bisnis yang sama seperti IM2.
Padahal, lanjutnya, model kerja sama yang dilakukan Indosat dan IM2 ini sudah lazim digunakan oleh ratusan entitas bisnis lain di industri telekomunikasi (common practice), baik di Indonesia maupun luar negeri.
"Jika Indar Atmanto tidak terbebas dari kasus IM2 ini, bisa-bisa para bos ISP di Tanah Air akan ramai-ramai masuk penjara. Ini yang tidak kami kehendaki," ujarnya pada diskusi 'Kriminalisasi PKS Indosat-IM2: Bom Waktu Kiamat Internet Indonesia' di Jakarta, Rabu (11/2).
Sammy mewakili anggota APJII dan pelaku bisnis di sektor telekomunikasi (ICT) lainnya masih punya harapan akan bebasnya Indar dan Indosat dari segala tuntutan hukum yang menjeratnya.
"Adanya dua putusan MA yang saling bertentangan, dalam ranah TUN dan Tipikor, bisa dijadikan novum bagi Indar untuk mengajukan PK. APJII sangat mendukung upaya PK ini," ujarnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, dalam kasus IM2 ini Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menetapkan adanya kerugian negara sebesar Rp1,3 triliun sehingga Indar divonis 8 tahun penjara dan IM2 dihukum harus membayar ganti rugi sebesar Rp1,3 triliun.
Namun, dalam ranah Tata Usaha Negara (TUN), MA justru memperkuat putusan Pengadilan TUN Jakarta pada tingkat kasasi yang memutuskan bahwa audit BPKP yang menjadi dasar perhitungan kerugian negara sebesar Rp1,3 triliun tidak sah dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum.