Rabu 11 Feb 2015 16:39 WIB
Praperadilan Budi Gunawan

Ini Masukan Saksi Ahli untuk Hakim Putuskan Sidang Praperadilan BG

Hakim Sarpin Rizaldi memeriksa barang bukti yang diajukan tim kuasa hukum Komjen Pol. Budi Gunawan disaksikan tim kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang lanjutan praperadilan Budi Gunawan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Sel
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Hakim Sarpin Rizaldi memeriksa barang bukti yang diajukan tim kuasa hukum Komjen Pol. Budi Gunawan disaksikan tim kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang lanjutan praperadilan Budi Gunawan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Sel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Hakim tunggal sidang praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan, Sarpin Rizaldi menyempatkan diri meminta masukan pada ahli pakar hukum pidana Romli Atmasasmita terkait putusan praperadilan yang ditanganinya saat ini.

Hakim Sarpin bertanya pada Romli dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, setelah pihak pemohon dan termohon selesai memberi pertanyaan pada ahli. "Tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penetapan tersangka dalam praperadilan itu masuk wewenang mana?" tanya Sarpin pada Romli.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran tersebut menjawab dengan memberi saran bahwa kewenangan tersebut sebaiknya dimasukan dalam Pengadilan Tata Usaha Negara. "Ke depannya sebaiknya persoalan ini masuk Pengadilan Tata Usaha Negara," kata Romli.

Sebelumnya, Sarpin bertanya terlebih dulu sepengetahuan Romli tentang alasan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penetapan tersangka tidak dimasukan dalam Pasal 77 KUHAP tentang praperadilan.

Romli menyimpulkan, penyusunan undang-undang praperadilan pada saat itu yang dilihat pada perkembangan di masyarakat belum sampai pada penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penetapan tersangka. Oleh karena itu Romli mengatakan penyempurnaan mungkin saja dilakukan.

"Dalam setiap menyusun undang-undang itu dari perkembangan di masyarakat. Jadi saat itu tidak sampai sejauh itu. Terjadinya penyempurnaan undang-undnag itu bisa saja terjadi," kata salah satu perancang Undang-Undang KPK tersebut.

Sarpin juga menanyakan perihal bagaimana seharusnya sikap pihak pengadilan negeri yang diminta menangani perkara yang di luar kewenangannya. Sementara dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang no 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Menjawab pertanyaan tersebut, Romli mengatakan bahwa pengadilan tidak mungkin menolak menangani perkara yang secara teknis tidak dalam kewenangannya. Bahwa dalam negara hukum semua kepentingan warga negara harus dipenuhi, dan satu-satunya sarana untuk mencari keadilan adalah di pengadilan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement