REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Mabes Polri, Irjen Ronny F Sompie meminta semua pihak adil dalam menilai kinerja Polri. Ia mengatakan kasus mangkrak bukan hanya ada di Polri saja, namun di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga ada kasus yang mangkrak.
Hal tersebut disampaikan oleh Ronny, menanggapi temuan Indonesian Corruption Watch (ICW) soal sembilan perkara yang dikatakan mirip dengan kasus Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto.
"Bagaimana dengan kasus-kasus di KPK yang jelas-jelas sudah tersangka tapi belum pernah disidangkan," jelasnya kepada Republika, Kamis (29/1).
Menurutnya, tak adil jika hanya Polri yang dinilai buruk dalam penangan perkara. Sementara, KPK dengan beban tugas pemberantasan korupsi saja, namun anti dikritik dalam penangan perkara. Dibandingkan Polri, dikatakan Ronny, dengan beban perkara di semua bidang.
Ronny mengatakan, Polri punya lebih banyak kasus dibanding-kan KPK. Karena itu, dia pun mempertanyakan sikap kritis banyak kalangan, yang selalu mencemooh satuannya jika ada satu penanganan perkara yang dinilai tak tuntas.
"Bagaimana dengan kasus yang sudah P21 di KPK. Sudah ada tersangkanya. Tapi belum jelas prosesnya sampai hari ini," tegasnya.
Sebelumnya, ICW merilis sembilan perkara 242 KUHP yang dilaporkan ke Bareskrim Polri sejak 2006. ICW menilai, penggunaan pasal dalam sembilan perkara tersebut mirip dengan sangkaan yang digunakan penyidik Polri dalam menjerat Bambang. Yaitu soal kesaksian atau manipulasi pembuktian dalam persidangan.
Tapi bedanya, proses penetapan tersangka dalam perkara Bambang berlangsung cepat. Hanya tiga hari sejak laporan awal, tepatnya 23 Januari, penyidik Polri menetapkan Bambang sebagai tersangka. Bahkan, pada hari itu juga, Bareskrim berencana melakukan penahanan.
Sementara, sembilan kasus ungkapan ICW, sampai hari ini tak nampak ada prosesnya. Jangankan penahanan, tak ada satu pihak pun yang dijadikan tersangka. ICW memberi contoh dalam pelaporan atas nama pelapor, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2004, Daan Dimara.
Dikatakan ICW, Daan melaporkan Hamid Awaluddin, yang juga Komisioner KPU pada 14 September 2006, lantaran bekas Menteri Hukum dan HAM itu telah memberikan kesaksian palsu dengan tidak mengakui kehadirannya dalam satu tindakan pi-dana yang sedang diusut pada tahun tersebut.
Sampai hari ini, ICW tak menemukan adanya proses penyidi-kan atau usaha apa pun dari kepolisian untuk membuka kasus tersebut. Padahal, aduan Daan ke Bareskrim direspon penyidik dengan penggunaan pasal serupa, yaitu 242 KUHP.
Kasus lainnya, diungkap ICW terjadi 2009 atas nama pelapor Andar Situmorang. Andar melaporkan pedangdut Ainur Rahim a.k. Inul Daratista pada 24 Juni 2009 ke Bareskrim karena membuat laporan dan bukti-bukti palsu. Namun, diterangkan ICW, proses kasus tersebut pun tak ada sama sekali.