Kamis 29 Jan 2015 14:53 WIB

Akademisi: Negara Rusak Jika Ada yang Diberi Imunitas Hukum

Polisi menjaga aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (26/1).  (Antara/Fanny Octavianus)
Polisi menjaga aksi unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (26/1). (Antara/Fanny Octavianus)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Akademisi dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Aloysius Sukardan mengatakan negara ini bisa rusak jika ada yang diberikan imunitas hukum. Ia meminta Presiden Joko Widodo tidak mengabulkan permintaan tersebut.

"Pada prinsipnya semua orang di depan hukum sama. Kalau semua orang minta imunitas hukum bisa rusak negara ini. Jadi presiden tidak boleh melayani permintaan yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku di negara ini," katanya di Kupang, Kamis (29/1).

Dekan Fakultas Hukum Udanan itu mengemukakan hal itu, berkaitan dengan permintaan KPK agar presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) imunitas hukum bagi pemimpin dan staf Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Aloysius melanjutkan, sebuah lembaga penegak hukum, baik itu Polri, KPK maupun Kejaksaan Agung menjadi bukan karena mendapat imunitas hukum tetapi karena dipimpin oleh orang-orang yang bersih.

"Pimpinan KPK dan Polri juga Kejaksaan Agung menjadi kuat bukan karena mendapat imunitas, melainkan karena dipimpin oleh orang-orang yang bersih. Jadi cari orang-orang yang bersih untuk menduduki jabatan-jabatan penting ini. Jangan sampai memilih orang yang sedang tersandung kasus dan setelah menjabat meminta diberikan imunitas hukum," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Johanes Tuba Helan yang menilai, permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendapatkan imunitas hukum sangat tidak tepat, karena pemberian imunitas hukum bertentangan dengan asas persamaam di hadapan hukum.

Menurut mantan Kepala Ombudsman Perwakilan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Barat (NTB-NTT), pemberian imunitas hukum hanya boleh diberikan kepada orang yang berjasa besar terhadap bangsa dan negara.

"Apa istimewanya staf dan pimpinan KPK. Presiden saja bisa diminati keterangan apalagi hanya seorang pimpinan dan staf KPK. Siapapun warga negara Indonesia memiliki persamaan hukum," kata Tuba Helan.

Johanes Tuba Helan menambahkan, mestinya pimpinan KPK adalah mereka yang terseleksi secara ketat. Dengan demikian, tanpa imunitas hukum juga tidak akan ada masalah karena mereka terseleksi dari orang-orang yang bersih dan tidak memiliki persoalan hukum di masa lalu, kata Johanes Tuba Helan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement