Selasa 27 Jan 2015 15:49 WIB

100 Hari Jokowi, Kebijakan Lanjutan Belum Dukung Target Ekonomi

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Julkifli Marbun
Aviliani
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Aviliani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Pemerintahah baru ditantang merealisasikan program-program kerja setelah RAPBNP diketok palu oleh DPR. Pengamat Ekonomi Aviliani mengatakan telalu dini menilai kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di 100 hari pertama.

“Sekarang kita masih pakai APBN lama, nanti dengan APBN ini baru kelihatan jika kita bicara performance,” ujar Aviliani, saat ditemui, Selasa (27/1).

Dia mengapresiasi sejauh ini adanya niatan untuk memperbaiki postur anggaran. Namun, pekerjaan rumah bagi pemerintahan baru adalah mengimplementasikan tambahan ruang fiscal yang ada. Berdasarkan pengalaman, dari anggaran yang sudah dialokasikan pada tahun-tahun sebelumnya juga tidak semuanya habis dan efektif.

Dia mengatakan pemerintah saat ini memiliki banyak targetan yang begitu optimistis. Alhasil, tiga bulan dari sekarang masyarakat akan menilai seberapa jauh target-target yang dipatok bisa direalisasi. Avi mengenai target penerimaan pajak yang ditambah Rp 100 triliun. Menurut dia, hal ini bukan hal yang mudah jika hanya mengandalkan skema pungutan pajak baru bagi wajib pajak yang sudah eksisting.

Misalnya dengan memungut pajak untuk barang-barang mewah. Hal ini hanya potensial megumpulkan pajak ekitar Rp 1 triliun saja.

“Kita nambah anggaran infrastruktur menjadi hampir 300 triliun, nah yang dulu aja nggak habis, apa bisa 300 itu habis, jadi artinya bahwa pemerintah optimistis tapi kebijakan ke depan belum dipersiapkan,” ujar dia.

Dia mengatakan pemerintah baru belim terlihat mengejawantahkan target-target yang ada dalam kebijakan yang lebih detail. Misalnya, bagaimana target 35 ribu MegaWatt listrik bisa tercapai selama lima tahun. Padahal, selama ini target 10 ribu MW juga belum selesai.

Begitu pula dengan target ekspor yang meningkat 300 persen, padahal harga komoditas saat ini sedang turun sehingga bakal mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Ia mengatakan menteri-menteri di cabinet kerja harus bisa memberikan masukan yang realistis mengenai capaian kinerja yang ingin dicapai.

Peneliti Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam mengatakan 100 hari bukan waktu yang cukup untuk menilai pemerintahan yang baru. Iapun mengapresiasi perubahan postur anggaran yang bisa memperkuat struktur perekonomian Indonesia sehingga anggaran yang tepat bisa mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Anggaran infrastruktur naik, ini sinyal positif pada perekonomia,” ujar Latif, saat dihubungi.

Latif mengatakan tantangan sebenarnya bukan pada 100 hari pemerintahan awal, namun saat implementasi di lapangan. Dia menyebutkan setidaknya ada tiga hal yang harus segera dibereskan agar rencana kerja yang sudah dirancang bisa terlaksana dengan baik. Dari sisi birokrasi, pemerintahan baru ditantang untuk mendobrak agar segala proses perizinan di birokrasi menjadi lebih mudah dan transparan.

Dari sisi regulasi, pemerintah juga ditantang bagaimana regulasi yanga da tidak tumpang tindih dan bisa mendorong pembangunan. Misalnya, regulasi mengenai pembebasan lahan yang sudah ada bertahun-tahun namun selalu menemui kendala di lapangan. Dari sisi institusi, menurutnya pemerintahan baru tertantang agar tidak terjadi ego sektoral sehingga rencana pembangunan bisa berjalan dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement