Ahad 25 Jan 2015 14:49 WIB

Kisruh KPK Vs Polri Bisa Picu Distabilitas ekonomi

Rep: Yulianingsih/ Red: Bayu Hermawan
 Piuluhan warga yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Melawan Korupsi mengenakan topeng berwajah Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto saat menggelar aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (24/1). (Republika/Agung Supriyanto)
Piuluhan warga yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Melawan Korupsi mengenakan topeng berwajah Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto saat menggelar aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (24/1). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute of Public Policy and Economic Studies (INSPECT) Yogyakarta, Ahmad Makruf menilai kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat mengancam stabilitas perekonomian nasional.

"Target-target APBNP 2015 yang diajukan pemerintahan Jokowi-JK terancam tidak terpenuhi karena kegaduhan dua lembaga ini. Karena bagaimanapun, stabilitas politik dan hukum menjadi prasyarat produktivitas pembangunan ekonomi," ujarnya, Ahad (25/1).

Pria yang juga merupakan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu melanjutkan, dalam APBN Perubahan 2015 yang dipatok pemerintah memiliki asumsi makro yang moderat.

Diantaranya, target inflasi lima persen, kurs rupiah Rp12.200 per USD, tingkat suku bunga SPN 3 bulan 6,2 persen, dan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen. Angka ini katanya, lebih pesimis dibandingkan dengan yang disusun dalam APBN 2015.

"Meski besaran asumsi sudah direndahkan, adanya konflik Polri vs KPK yang berkepanjangan akan berdampak mengganggu pencapaian asumsi tersebut," katanya.

Menurutnya dengan gaduh kedua lembaga ini maka konsentrasi Presiden Jokowi akan terganggu. Karena kisruh kedua lembaga bukan hanya terkait hukum tetapi juga politik. Ia mengakui energi pemerintah bisa terkuras dengan ketegangan ini.

Padahal pada triwulan pertama ini, kata dia pembangunan ekonomi membutuhkan konsentrasi untuk sprint memacu ekonomi nasional pada kuartal berikutnya. "Contohnya disaat gaduh ini, banyak kontrak karya tambang yang terabaikan, seperti perpanjangan kontrak PT Freeport di Papua. Padahal, ini sangat strategis," ujarnya.

Oleh karena itu kata dia, harus ada penyelesaian secara bijak dan cepat atas ketegangan ini. Bagaimanapun lanjutnya, publik mencitakan kelembagaan penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan, KPK, dan MA yang bersih dan steril dari penjahat publik.

"Kalau memang para pemegang mandat dinilai tidak bersih, saatnya presiden bisa ambil langkah tegas menggunakan kewenangannya untuk membersihkan kelembagaan Negara ini," jelasnya.

Selain itu kata Makruf, presiden sebagai kepala Negara perlu menata ulang agar kepemimpinan lembaga-lembaga penegak hukum untuk tidak dikelola oleh person 'bersumbu pendek' yang mudah konflik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement