REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan Peraturan Pemerintah Penggnati Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 sarat dengan masalah. Jika DPR memutuskan langsung menerima dan mengundangkan Perppu tersebut, menurutkan pelaksanaan pemilihan gubernur dan bupati/wali kota akan bermasalah.
"Jadi Perppu itu cuma dua, diterima atau ditolak. DPR bisa langsung menerima Perppu, tapi dalam pelaksanaannya akan bermasalah," kata Hamdan usai pelantikan Ketua MK Arief Hidayat di gedung MK, Jakarta, Rabu (14/1).
Menurut Hamdan, sebenarnya DPR dan pemerintah bisa berunding terlebih dahulu. Sebelum menerima atau menolak Perppu yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Jika pemerintah dan DPR memang memandang ada beberapa hal yang harus direvisi dari materi perppu, dia menyarankan sebaiknya perppu ditolak. Namun, sebelum diputuskan ditolak, pemerintah sudah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada.
Tentunya RUU tersebut berisi aturan pelaksanaan pilkada yang sudah disepakati sebelumnya oleh DPR dan pemerintah.
"Di saat pembahasan, ditangguhkan saja penerimaan atau penolakannya. Lalu Perppu ditolak, nanti pemerintah langsung mengajukan RUU di saat itu juga," ungkap mantan politikus PBB tersebut.
Jika DPR tetap memutuskan menerima Perppu Pilkada tersebut, menurut Hamdan, akan sangat riskan ke depannya. Tidak hanya akan mempengaruhi pelaksanaan pilkada. Namun, secara konstitusi materi Perppu rawan digugat ke MK.
"Jalan yang paling baik seperti itu. Daripada mengabulkan Perppu namun nanti satu per satu tercopot di MK," kata Hamdan.