REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALAN BUN -- Kondisi fisik jenazah penumpang korban AirAsia QZ 8501 yang berhasil dievakuasi di hari keenam sejak dinyatakan hilang pada Minggu (28/12/2014) lalu sangat sulit dikenali.
"Kalau sudah mengalami pembusukan lanjut, secara visual tidak mungkin lagi dikenali termasuk oleh keluarganya. Tidak bisa diidentifikasi," kata Kapusdokkes Mabes Polri, Brigjenpol Arthur Tampi, di RSUD Sultan Imanuddin, Pangkalan Bun, Jumat.
Pembusukan lanjut untuk jenazah di sungai biasanya terjadi setelah hari ketiga, sedangkan jenazah di laut akan mengalami pembusukan lanjut setelah hari kelima.
Saat pembusukan lanjut, fisik jenazah makin sulit dikenali. Bahkan dikhawatirkan, jenazah yang masih mengapung akan tenggelam karena bagian perut yang selama ini membuat mengapung, mulai rusak dan bocor.
Jika jenazah sampai tenggelam, katanya, maka pencarian akan makin sulit. Cara yang bisa dilakukan adalah menggunakan kemampuan tim penyelam. Itu pun cukup kecil kemungkinan jika lokasinya di laut.
Untuk mengidentifikasi jenazah yang sudah mengalami pembusukan lanjut, identifikasi bisa dilakukan dengan meneliti bukti primer dari bagian tubuh jenazah tersebut.
"Bisa dengan tes DNA, rekam gigi dan sidik jari, itu primernya. Sedangkan, properti dan rekam medis adalah sekunder atau tambahan. Tapi, kalau ada salah satu primer, maka itu tidak terbantahkan. Itu berlaku universal, internasional," jelas Arthur.
Rata-rata jenazah yang ditemukan sudah mengalami pembusukan lanjut. Identifikasi oleh tim DVI di RSUD Sultan Imanuddin hanya identifikasi awal untuk membantu sebelum identifikasi rinci di Surabaya.
Pesawat AirAsia QZ 8501 hilang kontak di Selat Karimata setelah delapan menit lepas landas dari Surabaya menuju Singapura. Korban dan serpihan pesawat berpenumpang 155 orang dan tujuh kru itu mulai terlacak mulai Rabu (30/12/2014) lalu.