REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana menilai, kebijakan yang dibuat pemerintahan Jokowi-JK tak sepenuhnya dipengaruhi elite partai. Sebab, sebagian kebijakan sudah dirancang jauh-jauh hari oleh Tim Transisi.
"Saya kira tidak. Kebijakan yang dibuat Jokowi sudah ada skema dan rancangannya sejak awal. Seperti kenaikan harga BBM, persoalan krisis energi, dan kedaulatan pangan itu kan sudah ada," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (23/12).
Meski demikian, Ari menilai wajar jika Presiden menjalin komunikasi dengan elit partai pendukungnya sebelum mengambil keputusan. Bahkan, kata dia, Jokowi harusnya tak hanya membangun komunikasi dengan elite partai pendukung, tapi juga dengan partai oposisi. Pasalnya, Presiden harus dapat merangkul semua kalangan sebelum memutuskan kebijakan bagi rakyat banyak.
Namun demikian, Ari mengatakan, komunikasi yang dibangun Presiden dengan elite partai harusnya hanya sebatas menjelaskan posisi dan meminta masukan saja. Keputusan terakhir tetap berada di tangan Jokowi sebagai single chief executive.
"Itu tidak jadi masalah. Yang jadi masalah kalau presiden didikte kepentingan partai," ujar Ari.
Sebelumnya, Cyrus Network merilis hasil survei mereka yang menunjukkan sebagian besar masyarakat menganggap kebijakan Jokowi dipengaruhi elit politik. Sebanyak 83 responden menyatakan Jokowi terpengaruh Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, dan Surya Paloh.
"Sebanyak 83 persen responden menyatakan Ketua Umum PDI Perjuangan mempengaruhi presiden ketujuh itu dalam penentuan kabinet dan kebijakan," ungkap Direktur Cyrus Network Hasan Nasbi dalam konferensi pers mengenai Rating Pemerintahan Jokowi-JK di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Ahad (21/12).
Meski demikian, hal itu tidak membuat masyarakat berpikir Jokowi adalah presiden boneka. Sebagian besar masyarakat masih menilai wajar pengaruh tokoh-tokoh itu.