REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dari Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprata menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu membuka kantor perwakilannya di sejumlah daerah. Sebab menurutnya hal itu dapat mengurangi marwah KPK sebagai lembaga superbody di Indonesia.
"Saya pribadi tidak setuju bila KPK membuka perwakilan. Kalau KPK punya cabang di daerah, itu sudah bukan lembaga superbody lagi namanya," katanya kepada Republika, Selasa (16/12).
Menurutnya ada beberapa persoalan yang mesti dipertimbangkan dalam pembentukan perwakilan KPK. Antara lain adalah proses rekrutmen dan mekanisme pengawasan terhadap kinerja petugas-petugas KPK yang ada di daerah.
"Kalau KPK punya perwakilan, tidak mudah mengawasinya. Selain itu, merekrut petugas-petugasnya juga sulit," ujarnya.
Oleh karena itu, dia menyarankan kepada KPK untuk tetap fokus pada kasus-kasus korupsi dengan karakter tertentu saja. Yaitu, kasus-kasus korupsi yang bersifat massif, random, sistematis, dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Gandjar menambahkan, daripada membuat perwakilan KPK di daerah, negara seharusnya punya kebijakan yang inovatif dalam memberdayakan aparat kepolisian dan kejaksaaan yang ada di setiap kota dan kabupaten.
Dengan cara itulah menurutnya pemberantasan korupsi di Indonesia bisa mengalami kemajuan secara signifikan.
"Kejaksaan dan kepolisian itu sebenarnya mampu. Cuma dalam bertindak mereka memang tidak segreget KPK. Harusnya persoalan ini bisa dipecahkan oleh lembaga yang bersangkutan," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad membeberkan rencana terkait pembentukan perwakilan KPK di beberapa kota. Antara lain di Kota Medan untuk zona Indonesia Barat, Kota Balikpapan untuk zona Indonesia Tengah, dan Kota Makassar untuk zona Indonesia Timur.
Samad berpendapat, rencana tersebut diharapkan dapat mencegah dan memberantas korupsi di seluruh Indonesia secara lebih massif. Meskipun demikian, rencana itu menurutnya masih menunggu persetujuan dari DPR dan pemerintah.