Kamis 27 Nov 2014 17:43 WIB

Presiden Tinjau Izin Perusahaan Pengonversi Lahan Gambut

Presiden Joko Widodo
Foto: Reuters/Damir Sagolj
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Presiden Joko Widodo menegaskan pemerintahannya bakal meninjau ulang perizinan perusahaan yang mengonversi lahan gambut menjadi pola monokultur yang berpotensi merusak ekosistem.

"Saya sampaikan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perusahaan-perusahaan yang mengonversi gambut menjadi tanaman monokultur agar ditinjau kembali kalau mengganggu ekosistem," kata Presiden Jokowi di Pekanbaru, Kamis (27/11).

Menurut Jokowi, dirinya saat memantau langsung ke lapangan di kawasan lahan Riau telah menemukan adanya lahan sagu yang rusak karena terdampak pola penanaman monokultur.

Ia menyatakan hijaunya hutan yang dilihat dari udara juga musti dilihat apakah karena hutan hujan tropis yang beragam atau karena hutan akibat pola monokultur atau satu jenis tanaman saja.

Presiden mengemukakan, pihaknya menegaskan akan berupaya menghentikan kerusakan lahan dan hutan yang terjadi di berbagai tempat seperti di Sumatra dan Kalimantan.

Jokowi juga menyatakan agar hutan hujan tropis yang dimiliki Republik Indonesia tidak habis dengan tanaman konsesi seperti kelapa sawit, maka moratorium akan dilanjutkan.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengisyaratkan moratorium terhadap penerbitan izin hutan tanaman industri akan diberlakukan sambil melakukan evaluasi terhadap izin yang dinilai bermasalah.

"Moratorium izin akan diberlakukan, tidak ada izin baru dengan mengevaluasi ke dalam," kata Siti Nurbaya saat meninjau kesiapan penanggulangan kebakaran lahan dan hutan, di Pekanbaru, Provinsi Riau, Selasa (18/11).

Menurut Siti Nurbaya, pihaknya kini tengah mengkaji beberapa laporan mengenai perizinan kehutanan yang sudah terlanjur terbit namun bermasalah, dan ada konsesi perusahaan yang ditelantarkan oleh pemegang izin. Ia menyadari hal tersebut bisa memicu terjadinya kebakaran lahan serta perambahan hutan disertai pembalakan liar.

Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo mengevaluasi manfaat dari moratorium hutan karena dinilai tidak efektif dalam menekan deforestasi terutama untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.

"Sebanyak 34 persen titik api pada kurun Februari hingga Maret 2014 ada di kawasan hutan yang dimoratorium. Saya ingin pemerintah terbuka saja menunjukkan peta untuk membandingkan kawasan hutan sebelum dan sesudah moratorium diberlakukan. Jangan kita naif dan merasa bangga karena saya yakin kondisi sebenarnya malah lebih banyak yang rusak," kata Ketua APHI Bidang Hutan Tanaman Industri, Nana Suparna, di Pekanbaru, Selasa (25/11).

Pemerintah selama tiga tahun terakhir memberlakukan moratorium atau berhenti mengeluarkan izin pengelolaan di kawasan hutan dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10/2011 yang kemudian diperpanjang melalui Inpres Nomor 6/2013.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement