REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Politikus PDIP, Pramono Anung, mengakui keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga BBM bersubsidi sebagai kebijakan yang tidak populer. Namun, hal itu tetap harus dilakukan demi memperbesar ruang anggaran negara.
"Tidak jadi populer ini risiko yang mesti ditanggung. Tapi ini akan menguntungkan fiskal kita," kata Pramono kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa. (18/11).
Program "kartu sakti" seperti kartu Indonesia hebat dan karti Indonesia pintar yang diluncurkan Jokowi bukan cara meredam kebijakan yang tidak popular. Pramono mengatakan program kartu sakti sudah lama dirancang Jokowi sebalum harga BBM bersubsidi dinaikan.
Mantan sekretaris jendral DPP PDIP ini mengatakan ruang fiskal yang sehat akan mempercepat pembangunan. Pengurangan jumlah subsidi BBM setidaknya bisa dialokasikan untuk membangun infrastruktur. "Fiskal yang lebih sehat. Karena multi efek memperbaiki infrastutkur," katanya.
Sebelumnya Jokowi memutuskan kenaikan harga BBM premium dari Rp 6500 per liter menjadi Rp 8500 per liter. Sementara BBM jenis solar dinaikan dari Rp 5.000 per liter menjadi Rp 7.000 per liter.