Senin 17 Nov 2014 05:05 WIB

Tanpa Pusat, Pemrov Papua Akan Tetap Bangun Smelter

Rep: C73/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah truk milik PT Freeport Indonesia terparkir di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.
Foto: Antara
Sejumlah truk milik PT Freeport Indonesia terparkir di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Gubernur Papua, Lukas Enembe, mengatakan tengah berencana untuk membangun smelter. Kalau pun pemerintah pusat akan membangun smelter di luar Papua, ia mengatakan pemerintah daerah akan tetap membangun smelter di Papua.

Karena itu, ia meminta PT Freeport untuk membangun smelter di Papua. Hal itu guna menekan biaya yang tinggi dan agar produktivitas industri dapat mulai berjalan di Papua.

"Kalau di luar Papua, harga tetap tinggi. Kami pemerintah daerah akan tetap bangun di daerah, jika pemerintah bangun di luar. Tapi Freeport harus bangun di Papua," kata Lukas saat ditemui di kantor gubernur di Jayapura, Papua, Sabtu (15/11).

Ia mengatakan, Pemprov Papua sudah menggandeng sebuah perusahaan asal Amerika Serikat, Goldman SachS. Investor AS tersebut menurutnya sudah diajak ke Freeport dan mereka setuju untuk membiayai smelter.

"Tidak ada urusan dari pusat, karena smelter biaya dari sendiri. Yang penting kewajiban Freeport, memurnikan bahan batuan smelter harus di Papua," lanjutnya.

Menurutnya, harga-harga yang tinggi dapat turun, jika industri dibangun di Papua. Selama ini, 40 persen hasil tambang mentah PT Freeport diolah di smelter milik Petrokimia di Gresik, Jawa Timur. Sementara 60 persen diekspor dalam bentuk mentah ke berbagai negara lainnya.

Ia mengatakan, pembangunan integrasi industri di Papua ini menjadi penting bagi kebijakan nasional. Menurutnya, hal itu akan kembali dibicarakan dengan pemerintah pusat.  Karena selama ini menurutnya, 77 persen dana yang masuk tidak beredar di Papua. Hal itu karena, produksi bahan baku industri tidak diproduksi di dalam daerah Papua.

Selain smelter, Pemprov Papua berencana membangun pabrik semen, pupuk, dan pembangkit listrik. Menurutnya, skala prioritas pembangunan pabrik itu harus dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Rencana tersebut, kata dia, sudah beberapa kali disampaikan pada pemerintah pusat.

"Siapa pun yang jadi presiden, tidak akn berhasil membawa kemiskinan dari Papua, kalau belum ada industri di dalam daerah Papua sendiri," kata Lukas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement