Jumat 07 Nov 2014 16:52 WIB

Denda Minim, Menhan Dukung Revisi UU Penerbangan

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Joko Widodo (kanan) berjabat tangan dengan mantan KSAD Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu (kiri).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Joko Widodo (kanan) berjabat tangan dengan mantan KSAD Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Wacana soal usulan perubahan Undang Undang no.1 tahun 2009 soal penerbangan kembali mengemuka. Usulan ini muncul lantaran minimnya denda dan sanksi yang diberikan kepada pihak-pihak yang kedapatan melanggar wilayah kedaulatan udara Indonesia.

Sanksi denda sebesar 60 juta rupiah dianggap terlalu kecil dan tidak memberikan efek jera terhadap pihak-pihak asing yang kedapatan melanggar wilayah udara Indonesia. Alhasil, sejumlah pihak mengusulkan adanya perubahan terkait penegakan hukum terhadap para pelanggar kedaulatan NKRI tersebut.

Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, mengakui, seharusnya denda yang diberikan cukup besar sehingga menimbulkan efek jera. Selain itu, penegakan hukum atas pelanggaran wilayah itu juga harus tegas.

''Jadi ke depan kita harus yang keras dan tegas. Kalau denda ya yang besar,'' kata Ryamizard kepada wartawan usai mendampingi Presiden Joko Widodo meninjau pameran industri pertahanan 'Indo Defence Expo 2014', Jumat (7/11).

Menurut Ryamizard, setiap penegakan hukum pelanggaran wilayah seharusnya berhubungan langsung dengan pertahanan Indonesia. Alhasil, baik Kementerian Pertahanan dan Kementerian Perhubungan, akan berkoordinasi dengan TNI, dalam hal ini TNI AU.

Namun, Ryamizard menambahkan, rencana perubahan UU tersebut harus didahului dengan pertemuan dengan kementerian-kementerian terkait. Nantinya dari pertemuan tersebut akan dihasilkan rekomendasi yang diajukan ke Presiden.

''Kami bicarakan dulu kalau sudah sepakat baru kita sampaikan ke Presiden. Jika sudah berlakukan, kami sampaikan ke negara tetangga, kalau pelanggaran seperti itu dendanya segini,'' kata mantan Kepala Staff Angkatan Darat itu.

Tidak hanya itu, Ryamizard menegaskan, pihak penegak hukum memang tidak bisa seenaknya menahan kru pesawat sertta penyitaan pesawat yang melanggar kedaulatan udara NKRI. Resiko hukum berupa dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia justru dapat muncul di kemudian hari jika hal tersebut langsung dilakukan.

Sementara Presiden Joko Widodo mengaku masih akan mengkaji usulan dan menunggu laporan dari kementerian terkait. Kendati begitu, Jokowi sempat mengungkapkan persetujuannya terkait sanksi denda yang berat kepada kepada pihak-pihak yang melanggar batas kedaulatan NKRI.

''Itu urusan kementerian, yang pasti harus dibuat berat. Baik yang di laut atau di udara harus diperberat agar tidak diulangi lagi,'' ujar Jokowi kepada wartawan, usai meninjau 'Indo Defence Expo 2014'.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement