REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Nusa Tenggara Barat mempersilakan para pengurus yang tidak mengakui dan menyetujui hasil muktamar di Surabaya, Jawa Timur, untuk keluar dari keanggotan partai tersebut.
Wakil Ketua DPW PPP NTB Nurdin Ranggabarani mengatakan, apa yang terjadi di tubuh partai tersebut telah berakhir dengan diselenggarakannya muktamar di Surabaya.
"Jadi, kalau masih ada pengurus atau kader yang berbeda dengan keputusan muktamar, silakan berhenti dari keanggotaan di PPP. Ini sesuai dengan pernyataan dan keputusan Ketua Umum PPP Romahurmuziy," kata Nurdin di Mataram, Kamis (30/10).
Menurut dia, saat ini kewajiban para pengurus dan kader yang ada di daerah untuk mengamankan hasil keputusan muktamar di Surabaya. Untuk itu, ia telah menginstruksikan kepada para kader serta pengurus untuk menyosialisasikan hasil muktamar di Surabaya kepada seluruh anggota dan simpatisan.
"Kami tidak ingin ada orang yang mencederai solidaritas di tubuh PPP. Muktamar sudah selesai, dan tidak ada lagi muktamar lainnya. Karena itu, kalau masih ada anggota atau pengurus yang tidak sejalan atau masih bermain di dua kaki, maka akan ditarik keanggotaannya dari PPP," ucapnya.
Ia menambahkan, aturan tersebut tidak hanya berlaku bagi para pengurus atau kader PPP. Tetapi juga berlaku untuk anggota DPRD, baik di provinsi mau pun kabupaten/kota.
Anggota DPRD NTB tersebut meminta seluruh pengurus dan kader untuk mengamankan hasil keputusan muktamar di Surabaya yang telah menetapkan Romahurmuziy sebagai ketua umum.
Kalau pun ada rencana kubu Suryadharma Ali (SDA) untuk melakukan gugatan ke PTUN, ia meminta agar para pengurus dan kader untuk tidak ikut-ikutan. Karena SDA bukan lagi ketua umum.
"Kami sudah mendengar akan ada rencana mengajukan gugatan ke PTUN. Ini sesuatu hal yang mustahil. Sebab, kemenkumham telah mengesahkan bahwa pengurus PPP adalah di bawah kepemimpinan ketua umum Romahurmuziy," katanya.