REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah mengumumkan kabinet kerja era pemerintahannya periode 2014-2019. Salah satu nama yang menjadi menteri Hukum dan HAM adalah Yasonna Hamonangan Laoly yang merupakan politisi PDIP.
Banyak kalangan yang mengkritik penunjukan tersebut. Pasalnya, Yosanna memiliki latar belakang politisi. Namun, bagi pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, latar belakang politisi yang melekat pada Yosanna tidak salah.
"Bagi saya, tidak ada yang salah karena memang hampir tidak ada Menkumham yang diisi oleh akademisi tulen," ujarnya kepada Republika via sambungan telepon, Selasa (28/10).
Menurutnya, latar belakang politisi yang dinilai tidak salah. Pasalnya itu merupakan hak prerogatif presiden. Serta, tidak ada dalam aturan manapun yang menyebutkan bahwa menkumham tidak boleh dari kalangan politisi.
Saat ditanya mengenai kemungkinan adanya bias kebijakan antara kepentingan politik dan kepentingan kemenkumham menyangkut remisi bagi koruptor. Apabila menkumham adalah seorang berlatar belakang politisi.
Ia menuturkan remisi merupakan hak narapidana. Sehingga, ketika remisi adalah hak narapidana, maka pemerintah tidak bisa melakukan apa-apa. Sehingga, menurutnya, kecuali pemerintah mengubah UU yang mengatur remisi.
Margarito mengatakan yang paling penting menyangkut remisi adalah memperketat syarat pemberian remisi. "Kalau diperketat pada level UU, bukan hanya pada peraturan pemerintah saja. Akan tetapi, saat pembentukan UU," katanya.
Selain itu, menurutnya, memperketat remisi bagi koruptor merupakan tanggung jawab presiden. Sehingga, harus ada intruksi presiden menyangkut hal tersebut, tidak hanya menkumham saja.