Rabu 15 Oct 2014 16:00 WIB

Kemendagri: Tak akan Ada Kekosongan Hukum Terkait Pilkada

 Aksi unjuk rasa menuntut pilkada langsung di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/10).(Republika/Agung Supriyanto)
Aksi unjuk rasa menuntut pilkada langsung di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (14/10).(Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan mengatakan tak akan terjadi kekosongan hukum dalam melaksanakan pilkada.

Jika Perppu Nomor 1 dan 2/2014 ditolak oleh DPR, maka akan berlaku UU Nomor 22/2014 tentang Pilkada.

"Kalau perppu itu nanti ditolak oleh DPR, otomatis nanti berlaku UU Nomor 22/2014. Berlakunya langsung pada hari ditolaknya perppu itu," kata Djohermansyah di Jakarta, Rabu (15/10).

Dua Perppu yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan peraturan untuk membatalkan UU Nomor 22/2014 yang mengatur mekanisme pelaksanan pilkada melalui DPRD.

Perppu Nomor 1/2014, mengatur tentang mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung. Sedangkan Perppu Nomor 2/2014 menghapus tugas dan kewenangan DPRD dalam pilkada.

Kedua perppu tersebut ditandatangani Presiden Yudhoyono hanya beberapa saat setelah UU Pilkada diterbitkan.

Terkait dengan kepastian hukum untuk pelaksanaan pilkada,kKemendagri pun mempersilakan Komisi Pemilihan Umum untuk menyusun peraturan berdasarkan perppu tersebut.

Sementara itu, KPU pun mulai merancang ulang tahapan pelaksanaan pilkada setelah penerbitan perppu tersebut.

"KPU perlu redesign tahapan pemilu di daerah berdasarkan Perppu ini. Redesign itu dengan memperhatikan rentang waktu kapan harus dimulainya tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah, waktu uji publik dan seterusnya," kata Komisioner KPU Pusat Ida Budhiati.

Untuk itu, KPU perlu melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait. Yakni kemendagri sebagai perwakilan pemerintah dan DPR.

Dalam Perppu Nomor 1/2014, lanjut Ida, disebutkan masa pendaftaran bakal calon kepala daerah dimulai enam bulan sebelum hari pemungutan suara.

"Jadi tahapan itu dimulai enam bulan sebelum pemungutan. Kemudian uji publiknya dilakukan tiga bulan sebelumnya. Maka dari itu, kami perlu melakukan simulasi supaya ketemu waktu yang tepat, kapan KPU menyiapkan regulasinya," jelasnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement