Selasa 14 Oct 2014 16:58 WIB

Kubu JK Kalah Kuat Lawan Kelompok Ical di Golkar

Jokowi dan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie saat mengunjungi pasar Gembrong di Cempaka Putih, Jakarta, Selasa (13/5).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Jokowi dan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie saat mengunjungi pasar Gembrong di Cempaka Putih, Jakarta, Selasa (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Analis politik dari Universitas Diponegoro Semarang Susilo Utomo menilai berat mengharapkan Partai Golkar mau merapat ke Koalisi Indonesia Hebat, meski ada Jusuf Kalla.

"Meskipun JK pernah menjadi Ketua Umum Golkar, berat bagi JK untuk merangkul kekuatan Golkar merapat ke KIH. Kelompok pendukung JK di Golkar sudah tidak banyak lagi," katanya di Semarang, Selasa.

Menurut dia, kelompok yang dekat dengan JK kalah dibandingkan kelompok yang dekat dengan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dari banyak faksi yang ada di tubuh partai berlambang beringin itu.

Ia menyebutkan barisan yang dekat dengan JK sekarang ini hanya tinggal beberapa orang, setelah Surya Paloh memutuskan mendirikan parpol sendiri, yakni Partai Nasional Demokrat (Nasdem).

"Kalau dulu masih ada Surya Paloh yang dekat dengan JK, tapi kan sudah tidak lagi di Golkar, dan mendirikan Nasdem. Paling hanya tinggal beberapa orang, di antaranya Agung Laksono," katanya.

Menurut pengajar FISIP Undip itu, JK sebagai mantan Ketua Umum Golkar memang diharapkan berperan menarik Golkar merapat ke barisan KIH, tetapi peta politik di Golkar sekarang berbeda.

Kalau pun nanti ada pelaksanaan musyawarah nasional (munas) Golkar untuk memilih ketua umum yang baru, kata dia, bisa diprediksikan yang terpilih adalah figur dari kelompok yang pro-Ical.

"Walaupun yang terpilih figur dari kelompok yang pro-Ical, hubungan politik Golkar dengan Koalisi Merah Putih (KMP) bisa saja berbeda. Tidak seperti ketika masih dipegang Ical," katanya.

Akan tetapi, ia mengatakan tetap saja sulit untuk mengharapkan Golkar sepenuhnya merapat ke KIH bersama-sama dengan PDI Perjuangan, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hanura, dan PKPI.

Ia mengatakan seiring perkembangan situasi politik, tentu saja pemetaannya bisa berbeda, sebagaimana yang pernah terjadi dalam Munas Golkar tahun 2004 di Bali yang menjadikan JK sebagai ketua umum.

"Akbar Tandjung kan bisa dibilang pemimpin Golkar yang sukses, tetapi ternyata kalah dari JK dalam pemilihan ketua umum ketika itu. Ya, peta politik bisa saja berubah setiap waktu," katanya.

Dibandingkan mengharapkan Golkar merapat, kata dia, peluang KIH untuk menambah kekuatan sekarang ini sebenarnya lebih bisa diharapkan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrat.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement