REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Koalisi Pemantau Pemilu (KPP) mendesak DPR untuk segera membahas dan mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 tahun 2014. Sebab, aturan tersebut akan segera dijadikan acuan pelaksanaan Pilkada serentak 2015.
"DPR tidak punya sense terhadap apa yang terjadi di masyarakat, kalau punya sense harus dibahas secepatnya," kata pengamat pemilu dari Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow, Senin (13/10).
Menurutnya, sudah tidak ada lagi perdebatan dalam pembahasan Perppu yang butuh waktu lama. Dimungkinkan, DPR hanya akan membahas 10 perbaikan yang diusulkan SBY.
Namun, 10 perbaikan tersebut bukan sesuatu yang baru. Sebab, secara teknis sudah masuk dalam pembahasan RUU Pilkada selama dua tahun. Pembahasan Perppu, lanjutnya, tentu setelah DPR selesai membentuk komisi-komisi beserta pimpinannya. Menurut Jeirry, dalam dua hari komisi bisa diselesaikan.
"Kalau bisa mempercepat, satu dua hari ke depan, masih ada lima hari membicarakan sebelum SBY turun. Kalau alat kelengkapan komplit, sudah bisa bahas agenda-agenda DPR yang substansial," jelasnya.
Apalagi, DPR periode 2014-2019 tidak punya beban politik terhadap UU Pilkada, karena disahkan DPR periode sebelumnya. Sehingga secara politik bisa lebih lapang dan secara psikologis tidak punya persoalan untuk menolak Perppu.
Bahkan, Presiden SBY sudah melakukan lobi politik dengan Koalisi Merah Putih (KMP). Jika KMP setuju, tidak ada lagi halangan untuk persetujuan Perppu. Sejauh ini, dia melihat KMP sudah setuju dengan Perppu. Indikatornya, sudah tidak ada kontra wacana soal Perppu dari KMP.