REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat tata hukum negara Yusril Ihza Mahendra telah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait dengan Undang Undang Pilkada yang telah disahkan DPR. Yusril berpendapat baik SBY maupun Presiden RI terpilih, Joko 'Jokowi' Widodo agar tidak menandatangani UU tersebut.
Yusril memaparkan SBY menghubunginya yang kebetulan juga sedang berada di Tokyo, Jepang. Sedangkan SBY berada di Kyoto. SBY meminta waktu untuk bertemu dan masukan terkait dengan RUU Pemda khususnya terkait pemilihan kepala daerah.
Menurutnya dalam pertemuan itu ia sudah memberikan masukan yang dianggap paling baik dan paling bijak untuk mengatasi masalah tersebut. Kemudian SBY juga memintanya untuk menghubungi Jokowi tentang masukan tersebut.
Pada intinya, ia melanjutkan, Jokowi dapat memahami jalan keluar yang ia sarankan. Namun awalnya ia enggan menjelaskan masukan apa yang dimaksudnya. Ia meminta agar menunggu SBY yang akan menjelaskannya kepada publik.
Karena didesak follower-nya, akhirnya ia pun menjelaskannya. Ia menilai pada intinya SBY menggunakan pasal 20 ayat 5 UUD 1945. Tenggang waktu 30 hari menurut pasal tersebut adalah tanggal 23 Oktober. Saat itu jabatan SBY sudah berakhir.
"Saran saya SBY tidak usah tandatangani dan undangkan RUU tsb sampai jabatannya habis," kata Yusril.
Sementara Presiden baru yang menjabat mulai 20 Oktober 2014, Jokowi, juga tidak perlu tandatangani dan undangkan RUU tersebut. Pasalnya Presiden baru tidak ikut membahas RUU tersebut. Dengan demikian, Presiden baru dapat mengembalikan RUU itu ke DPR untuk dibahas lagi.
"Dengan demikian, maka UU Pemerintahan Daerah yg ada sekarang masih tetap sah berlaku. Dengan tetap berlakunya UU Pemerintahan Daerah yg ada sekarang, maka pemilihan kepala daerah tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat," tegas mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) ini.