Rabu 24 Sep 2014 16:19 WIB

JK Sebut Nasib Petral Baru akan Dibahas Setelah Pelantikan

Rep: Andi Ikhbal/ Red: Mansyur Faqih
Muhammad Jusuf Kalla
Foto: Republika/Yasin Habibi
Muhammad Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Niat pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) masih dianggap sebagai wacana. Nasib anak perusahaan Pertamina itu baru akan ditentukan setelah presiden dan wapres terpilih itu menjabat 20 Oktober mendatang.

JK mengatakan, ada upaya untuk memberantas para mafia migas. Namun pembubaran suatu lembaga, baru akan dibicarakan setelah pelantikan. Saat ini, belum ada pembahasan konkret terkait Petral.

"Hal-hal begitu dibicarakan saat pemerintah baru terbentuk. Kita belum tahu bagaimana nanti hilangkan mafia. Caranya akan dibicarakan belakangan," kata JK di Cikarang, Rabu (24/9).

Dia enggan berpendapat kalau Petral merupakan perusahaan yang menguntungkan bagi negara atau membawa dampak negatif. Namun ia setuju dengan langkah pembubaran perusahaan itu menjadi salah satu cara berantas mafia migas.

Menurut dia, sikap Jokowi-JK terhadap Petral masih belum jelas. Mereka bersama parpol koalisi baru akan membahasnya setelah kabinet baru terbentuk, tidak sekarang ini. Sebab, ia belum mendengar seperti apa langkah yang akan diambil.

Deputi tim transisi, Hasto Kristiyanto menambahkan, masih belum ada satu keputusan atas usulan tersebut. Menurut dia, rekomendasi pembubaran Petral merupakan hasil rapat dengar pendapat (RDP) dengan para pakar energi.

"Mereka menyampaikan, salah satu akar persoalan negeri ini, mengapa tidak makmur dan kaya karena, pengelolaan energi Indonesia sarat dengan kepentingan," ujar dia.

Dia mengatakan, memang perlu audit migas untuk melihat apakah sektor energi di Indonesia berjalan sesuai prinsip konstitusi dan berkeadilan. Kalau dalam proses tersebut ada penonaktifan sementara, hanya sebatas implikasi.

Menurut dia, sikap tim transisi terhadap pembekuan Petral masih sebatas kajian. Sebab, persoalan pengadaan minyak memang tak terlepas dari politik. Karena itu muncul gagasan tersebut. Sebab, selalu timbul persengkongkolan bisnis di sana.

"Soal eksekusinya, ini kan baru kajian, seperti usulan postur kabinet saja. Itulah alasan kita membuka partisipasi publik supaya lebih demokratis," kata Hasto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement