Rabu 17 Sep 2014 16:15 WIB

Kemenkumham Obral Keringanan Hukuman

Rep: c62/ Red: Erdy Nasrul
RUU Pertanahan. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Amir Syamsudin mengikuti rapat kerja bersama Komisi 2 DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/12). Rapat kerja ini terkait penyampaian keterangan pemerintah dan penyerahan DIM RUU Pertanahan.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
RUU Pertanahan. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Amir Syamsudin mengikuti rapat kerja bersama Komisi 2 DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (4/12). Rapat kerja ini terkait penyampaian keterangan pemerintah dan penyerahan DIM RUU Pertanahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintan di Kementerian Hukum dan HAM dinilai telah obaral jasa meringankan hukuman bagi terpidana koruptor.

Setelah memberikan pembebasan bersyarat (PB) untuk enam terpidana, kini Menteri Hukum dan HAM kembali memberikan PB kepada terpidana kasus percobaan suap kepada pimpinan KPK Anggodo Widjojo.

Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada, Oce Madril mengatakan, jika pembebasan bersyarat tidak dibatalkan, makan pemerintah tidak menghargai upaya KPK dan majelis hakim tindak pidana korupsi untuk membuat jera para koruptor.

"KPK sudah susah payah m‎engumpulkan barang bukti, melakukan penuntutan dan hakim berusaha membuktikan kasusnya. Eeh pemerintah malah membebaskannya," kata Oce saat dihubungi Republika, Rabu, (17/10).

Sementara kata Oce, KPK tidak mungkin mengeluarkan re‎komendasi untuk pembebasan bersyarat bagi koruptor.

Karena berdasarkan peraturan pemerintah no 99 tahun 2012 di Pasal 43B ayat 3 pembeban bersyarat untuk terpidana korupsi, pemerintah wajib meminta rekomendasi dari penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan dan Polri.

"Kalau pemerintah tetap mengeluarkan pembebasan bersyarat, sementara KPK tidak memberikan rekomendasi maka pemerintahnya yang bandel," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement