REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Lembaga swadaya masyarakat antikorupsi Indonesia Corruption Watch berpendapat pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat membantu membangun akuntabilitas pemimpin terhadap publik yang telah memilihnya.
"Pemilihan secara langsung adalah model yang dapat membangun relasi akuntabilitas terhadap publik," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Abdullah Dahlan di Jakarta, Ahad (14/9).
Menurut dia, ketika pemerintahan berorientasi pada publik maka mekanisme pemilihan pemimpin pun berorientasi pada pertanggungjawaban terhadap publik. Bila kepala daerah dipilih secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, lanjutnya, pertanggungjawaban pemimpin terpilih adalah kepada elite politik, bukan masyarakat.
"Kalau dipilih publik maka akan ada tantangan mengubah, menjawab pola pelayanan publik sehingga lahir pemimpin yang punya inovasi atas upaya menjawab problem daerah," ucapnya.
Ia berpendapat tidak tepat bila politik uang menjadi alasan untuk mengubah pemilihan kepala daerah oleh DPRD karena hal tersebut tidak lepas dari perilaku para aktor politik. Kalau soal maraknya 'money politic' bisa diperkuat oleh aspek penegakan hukum.
Terkait besarnya biaya pilkada secara langsung, Abdullah berpendapat demokrasi jelas butuh biaya, tetapi, ada alternatif misalnya pemilihan umum dilakukan secara serentak. "Misalnya, konsep 'e-ktp' berjalan maka 'e-voting' tidak menutup kemungkinan bisa diterapkan," tuturnya.
Selain itu, kata dia, penghematan juga bisa dilakukan dengan memperketat dana kampanye. Pemerintah sebagai inisiator undang-undang diharapkan menarik diri dari pembahasan bila tidak memberikan ruang kondusif bagi demokrasi untuk tumbuh.
"Caranya, presiden melalui Kementerian Dalam Negeri mengambil sikap tegas. DPR baru lalu menyusun lagi tidak apa-apa dalam rangka mematangkan konsep desain Pilkada apa yang ideal," tukasnya.