Kamis 28 Aug 2014 22:30 WIB

Indonesia Didorong Jadi Produsen Rumput Laut Terbesar

Rumput Laut
Foto: Edi Yusuf/Republika
Rumput Laut

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) terus mendorong pengembangan budi daya rumput laut melalui kebijakan industrialisasi menuju produsen rumput laut terbesar di dunia setelah Tiongkok.

"Hal ini didukung dengan potensi pengembangan lahan budi daya rumput laut yang masih terbuka lebar, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur," kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto, dalam siaran pers tertulis, Kamis (28/8).

Slamet mengatakan, rumput laut saat ini merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan budi daya baik sebagai salah satu komoditas industrialisasi tetapi juga karena volume produksinya yang cukup besar.

Produksi rumput laut Indonesia pada tahun 2013, lanjut Slamet, adalah sebesar 7,68 juta ton. Jumlah ini meningkat lebih dari 2 juta ton dari tahun sebelumnya yakni 5,73 ton di tahun 2012.

"Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui DJPB terus mendorong pengembangan budidaya rumput laut melalui kebijakan industrialisasi seiring meningkatnya permintaan dunia terhadap komoditas rumput laut yang cenderung meningkat," kata Slamet.

Slamet menjelaskan, Indonesia bagian Tmur dengan curah hujan yang tidak terlalu tinggi mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sentral rumput laut, seperti di Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara dan juga di wilayah Kalimantan seperti Nunukan dan Tarakan.

Menurut Slamet, kebijakan industrialisasi untuk komoditas rumput laut sangat tepat untuk mengembangkan komoditas ini baik dari segi peningkatan produksi maupun memberi nilai tambah sehingga rumput laut dari Indonesia mampu bersaing di pasar global.

"Saat ini yang diperlukan adalah meningkatkan dukungan sektor pengolahan terhadap usaha budidaya rumput laut," kata Slamet.

Dukungan yang diperlukan, lanjut Slamet, antara lain didirikannya unit pengolahan rumput laut di sentra-sentra budidaya rumput laut, sehingga mempermudah pemasaran dan menurunkan biaya transportasi.

Menurutnya, hal ini akan selaras dengan kebijakan industrialisasi yang mengintegrasikan sektor hulu yaitu budidaya dengan sektor hilir yaitu pengolahan.

Dikatakannya, dari sektor hulu atau budidaya, saat ini telah dikembangkan bibit rumput laut kultur jaringan (kuljar) hasil kerja sama DJPB dan SEAMEO BIOTROP Bogor.

"Dengan keunggulan yang dimiliki rumput laut kultur jaringan (kuljar) ini, kendala yang selama ini dihadapi dalam budidaya rumput laut seperti kendala lokasi, salinitas, dan curah hujan, dapat diatasi sehingga mampu mendorong peningkatan produksi rumput laut nasional khususnya jenis E. cottonii," ujar Slamet.

Lebih lanjut Slamet, mengatakan, dengan bibit rumput laut kuljar, pengembangan lokasi budidaya rumput laut melalui kegiatan ekstensifikasi dapat dilakukan.

Ia menyebutkan, penguasaan teknologi dalam hal peningkatan kualitas bibit rumput laut ini perlu di dukung dengan pengembangan kebun bibit rumput laut kultur jaringan sehingga masyarakat tidak mengambil bibit dari hasil pembudidayaannya tetapi dari pembibit rumput laut yang memang fokus pada usaha pembibitan.

"Sehingga, kualitas bibit tetap terjaga dan ketersediaannya berkelanjutan. Hal ini pun akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja karena membuka lapangan pekerjaan sebagai penghasil bibit rumput laut yang berkualitas," kata Slamet.

Slamet menambahkan, industrialisasi rumput laut telah dilaksanakan sejak tahun 2013 di enam provinsi, yaitu Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.

"Melalui kebijakan industrialisasi, integrasi hulu dan hilir akan dapat dilakukan dengan mudah karena pembudidaya rumput laut akan dapat dengan mudah memasarkan produknya, sementara pabrik pengolah akan mudah mendapatkan bahan baku," kata Slamet.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement