REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie mengatakan putusan sidang dugaan pelanggaran kode etik akan diumumkan paling lambat pada Jumat siang, 22 Agustus 2014.
"Kami lihat jadwal putusan MK (Mahkamah Konstitusi) dulu. Mungkin tanggal 21 Agustus (Kamis) sore atau paling lambat tanggal 22 Agustus (Jumat) siang. Ini karena kami banyak libur pada 17 dan 18 Agustus, tetapi putusannya banyak," kata Jimly usai sidang DKPP di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Jumat (15/8) malam.
"Putusan nanti diharapkan bersamaan saat putusan MK. Sehingga ini akan menjadi solusi bukan sekedar menyelesaikan kasus atau mecat-mecat saja melainkan memberikan pendidikan politik bahwa kompetisi telah selesai," tambah Jimly.
Menurut dia, majelis hakim DKPP akan bermusyawarah untuk menganalisis gugatan yang terbukti dan tidak. Majelis hakim juga akan menentukan sanksi yang diberikan jika ada gugatan yang terbukti. "Kalau terbukti akan ada peringatan, dari peringatan ringan hingga keras atau pemberhentian. Kalau tidak terbukti akan direhabilitasi," kata mantan Ketua MK itu.
Jimly juga menilai bahwa sidang dugaan pelanggaran kode etik yang digelar selama lima hari itu berjalan sangat produktif. DKPP menggelar babak akhir sidang dugaan pelanggaran kode etik dengan menghadirkan saksi-saksi ahli dari pihak penggugat, kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dan saksi ahli dari pihak tergugat, KPU.
Selain itu dihadiri pula pihak-pihak terkait yakni dari Bawaslu dan kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pada sidang yang berlangsung tujuh jam dengan waktu skors dua jam itu, kubu Prabowo-Hatta menghadirkan lima orang saksi. Dua saksi bidang keamanan sistem teknologi informasi yakni Fahrurozi dan Iwan Sumantri. Sedangkan saksi ahli hukum tata negara yakni Margarito Kamis, Said Salahuddin, dan Zainuddin Ali.
Sedangkan saksi KPU terdiri dari empat saksi ahli, namun hanya ada satu saksi ahli yang hadir Prof Dr Harjono yang juga mantan Hakim MK dan tiga saksi ahli yang memberikan keterangan tertulis, Prof Ramlan Surbakti, Prof Saldi Isra, Zaenal Arifin Putra.