Jumat 15 Aug 2014 17:58 WIB

Saksi Ahli Prabowo-Hatta: Hanya Pemilih dari DPT yang Sah dan Diakui

Rep: C87/ Red: Djibril Muhammad
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ida Budhiati (kiri) memberikan paparannya didampingi Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi (SIGMA), Said Salahuddin (kanan)
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ida Budhiati (kiri) memberikan paparannya didampingi Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi (SIGMA), Said Salahuddin (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi ahli Prabowo-Hatta, Said Salahudin, mengatakan hanya satu daftar pemilih yang sah dan diakui dalam proses pemilu yakni daftar pemilih tetap (DPT).

Said menyampaikan hal tersebut sebagai saksi ahli Prabowo-Hatta dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (15/8).

"Tidak ada satu norma pun dalam undang-undang Pilpres yang membenarkan adanya daftar pemilih lain yang disusun dalam DPT," kata Said di ruang sidang pleno.

Tujuan penyusunan DPT, kata Said, yakni perlindungan terhadap hak warga negara. Warga negara akan tercatat sebagai pemilih sah. Potensi hilangnya pemilih dapat diantisipasi dan pemlih DPT mendapat jaminan hak suara.

Selain itu, DPT juga menjadi instrumen untuk mengontrol kemungkinan kecurangan dalam pemilu, yakni dalam bentuk pengurangan atau penambahan suara yang tidak sah.

Apabila dalam penyengaraan pemilu pemilih tidak terdaftar dalam DPT, kata Said, maka pemilih tidak mendapat perlindungan, keabsahannya diragukan, tidak mendapat jaminan alokasi sutat suara. Pada akhirnya menyebabkan pemilih kehilangan potensi hak memilihnya. Selain itu, surat suara hanya dicetak untuk pemilih yang terdaftar dalam DPT.

"Cadangan surat suara sebanyak 2 persen dari total DPT tidak dimaksudkan untuk DPK atau DPKTb. Akan sulit dilakukan kontrol sehingga dapat merugikan peserta pemilu. Pemilu akan tidak tertib. Kondisi itu jelas-jelas tidak mencerminkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan," jelas Said.

Said menyinggung soal Putusan MK Nomor 102 tahun 2009 terkait penyusunan daftar pemilih di luar DPT yang diputuskan dalam kondisi khusus yakni 36 jam sebelum Pilpres 2014. Menurut Said diperbolehkannya pemilih yang tidak terdaftar pada DPT lebih didasari pada adanya untuk menyelamatkan hak warga.

Kalau keputusan itu terus-menerus akan ada permasalahan akan muncul ketidakpastian hukum, diskriminasi dan ketidakadilan. Pemilih DPK dan DPKTb hanya jaminan memilih tapi tidak jaminan ketersediaan surat suara. Sebab surat suara yang dicetak KPU hanya untuk DPT.

"Pemilih yang tidak terdaftar hanya akan menjadi pemilih untung-untungan kalau terdapat DPT yang tidak ke TPS dan terdapat DPT yang tidak memakai surat cadangan. Keputusan MK tidak relevan lagi untuk diimpemetasian, apabila putusan MK dijadikan rujukan pada pemilu-pemilu selanjutnya maka ketidakpastian hukum dan menurunnya kualitas pemilu," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement