Jumat 15 Aug 2014 01:09 WIB

Ratusan Warga Pendatang di Surabaya Ikuti Sidang Yustisi

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Chairul Akhmad
Petugas Dinas kependudukan dan catatan sipil dibantu pihak kepolisian saat melakukan operasi yustisi.
Foto: ANTARA/Muhammad Iqbal/ca
Petugas Dinas kependudukan dan catatan sipil dibantu pihak kepolisian saat melakukan operasi yustisi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Ratusan warga pendatang yang tinggal di kawasan Surabaya Pusat, Jawa Timur (Jatim) namun tidak memiliki Kartu Identitas Penduduk Musiman (Kipem) terjaring operasi yustisi kependudukan yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP Kota Surabaya), Kamis (14/8).

Mereka kemudian mengikuti sidang yustisi kependudukan yang digelar di Balai Kota Surabaya pada hari yang sama.

Kepala Seksi Program Satpol PP Kota Surabaya Bagus Supriyadi mengatakan, operasi yustisi yang dilakukan Satpol PP Kota Surabaya merupakan bagian dari upaya pengendalian penduduk di Kota Surabaya sekaligus penegakan Peraturan daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang penyeleggaraan administrasi kependudukan.

Bagus mengatakan, di kawasan Surabaya Pusat, operasi yustisi dilakukan di Kecamatan Tegalsari dan Kecamatan Genteng. “Dari hasil operasi yustisi, di kecamatan Genteng terjaring 54 orang dan di Tegalsari lebih dari 100 orang,” ujarnya.

Pihaknya memastikan, operasi yustisi ini nantinya bakal digelar merata di seluruh kawasan di Surabaya selama bulan Agustus ini. Pekan lalu, Satpol PP Kota Surabaya telah melakukan operasi yustisi di kawasan Surabaya Selatan. Hasilnya, sebanyak 199 orang pendatang terjaring razia karena tidak memiliki KTP Surabaya ataupun Kipem dan sudah disidangkan.

“Pekan depan razia kemungkinan dilakukan di Surabaya Utara. Dibandingkan tahun lalu, kemungkinan akan ada kenaikan jumlah warga yang terjaring karena razia tahun ini digelar secara lebih sistematis dan terjadwal,” kata Bagus.

Warga pendatang asal Madura, Abdul Hamid (48 tahun), terjaring razia yustisi di kawasan setren kali Pasar Keputran, Kecamatan Tegalsari mengaku belum mengetahui adanya aturan yang mengharuskan warga pendatang seperti dirinya memiliki Kipem. “Saya tidak punya Kipem dan saya tidak tahu kalau harus ngurus Kipem. Besok saya akan mengurusnya,” ujarnya.

Untuk itu, ia memilih membayar denda Rp 50 ribu. Sementara itu, pendatang lainnya asal Nganjuk, Erna Damayanti (20 tahun), mengaku sudah bekerja selama satu tahun di Surabaya dan tidak pernah diberitahu bapak kosnya bahwa ia harus memiliki Kipem. Ia akhirnya membayar denda Rp 50 ribu.

Terkait pengurusan Kipem, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya Suharto Wardoyo menegaskan, kepengurusan Kipem sebenarnya tidak rumit. Pemohon hanya perlu menyertakan keterangan surat pindah dari daerah asal, foto kopi KTP serta jaminan tempat tinggal yang diketahui rukun tetangga (RT)/rukun warga (RW).

Pemohon juga melampirkan surat keterangan atau pernyataan bekerja atau studi plus foto 3x3 cm sebanyak dua lembar. “Pencetakan Kipem nanti di kecamatan. Kipem ini berlaku satu tahun dan dapat diperpanjang. Pengurusannya gratis kecuali terlambat 30 hari (terhitung dari masa habis berlakunya Kipem) akan dikenakan denda,” kata Suharto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement