REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi di persidangan sengketa pilpres 2014 menyebut bahwa orang meninggal pun tetap bisa mencoblos. Menanggapi hal tersebut, anggota tim hukum pasangan nomor urut satu Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail menyatakan bukti adanya kecurangan semakin jelas.
"Saya kira, tidak benar cara-cara seperti ini. Pilpres ini tidak berjalan dengan segala sistem yang telah disepakati. Ini sesuatu yang semestinya tidak terjad," kata Maqdir, Selasa (12/8).
Dalam sidang, Munawan Halawa, Saksi Prabowo-Hatta di Tingkat PPK Hilimegai, Kabupaten Nias Selatan mengatakan pihaknya keberatan dengan beberapa TPS Di desa Sisarahilioyo, dimana jumlah pemilihnya mencapai 100 persen.
Menurutnya, di TPS 1, perolehan suara urut satu, 2 dan urut dua, 113. Kertas rusak 1, Serta DPT 116. "Seluruhnya memilih, disitu terdapat ada 18 orang yang sudah merantau. Dan di TPS satu itu ada yang sudah meninggal. Kenapa mayat itu bisa memilih," ungkapnya.
Sementara di TPS 2, dengan jumlah DPT 224. Perolehan suara urut 1 3 Urut 2, 221. Ia mengaku tidak melapor ke Panwas karena saat itu sudah bubar. "Disitu juga ada yang meninggal," katanya.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum lainnya, Firman Wijaya mengatakan, data KPU sulit dipertanggungjawabkan. MK perlu menguji kalau kecurangan-kecurangan ini ada kaitannya dengan tekanan, intimidasi yang merusak sistem penyelenggaraan Pemilu.