Senin 28 Jul 2014 05:48 WIB

Guru Besar Udayana Sebut Globalisasi Mengandung Banyak Resiko

Red: M Akbar
Subak di Tabanan, Bali
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Subak di Tabanan, Bali

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pengamat masalah pertanian dari Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia menilai, kebangkitan kesadaran tentang arti hakiki sebagai manusia cenderung semakin terbuka jalur cepat bagi modernisasi dan globalisasi yang lebih banyak menghadapi resiko dibandingkan manfaat.

"Resiko fragmentasi melalui fenomna disharmoni, distorsi dan diskontinu unsur-unsur penting kebudayaan Bali, termasuk resiko terhadap organisasi subak," kata Prof Windia yang juga ketua pusat penelitian subak Universitas Udayana di Denpasar.

Ia mengatakan, kondisi itu juga berpengaruh terhadap aneka kearifan lokal yang makin kasat mata. Meskipun demikian kontinuitas jalur tradisi masih terbuka dengan adanya faktor-faktor yang mengapresiasi.

"Kehadiran Bhisama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) tentang kesucian pura, penghargaan lokal, nasional, dunia terhadap subak sebagai warisan budaya dunia (WBD)," ujar Prof Windia.

Selain itu pencarian identitas diri dan konflik berpeluang sangat penting bagi penguatan tradisi dan kearifan lokal di Pulau Dewata.

Demikian pula sedang tumbuh tekad dan etos masyarakat Bali untuk kembali menoleh potensi kearifan lokal sebagai keunikan dan keunggulan yang perlu direvitalisasi bagi kesejahteraan dan keharkatan masa depan.

Windia menambahkan, makna kearifan ekologis terfokus pada konservasi dan keseimbangan lingkungan. Pemuliaan terhadap tanah, air dan aneka sumberdaya menjadi hal yang sangat penting bagi petani.

Oleh sebab itu keberadaan subak telah dikuatkan secara etik dan perundang-undangan (awig-awig), serta sebaliknya pencemaran terhadap tanah, air dan sumberdaya juga dicegah melalui tindakan, awig-awig dan sistem ritual.

Berbagai teknik konservasi dari konsepsi preservasi sampai dengan adaptasi yang diimplementasikan oleh organisasi subak cukup arif terkait dengan penghematan, kelancaran dan pembatasan polusi aneka sumberdaya alam.

Etika dan estetika lingkungan merupakan kearifan ekologis yang mampu memancarkan pesona persawahan dan budaya agraris di Bali, ujar Prof Windia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement