Senin 07 Jul 2014 18:01 WIB

Pasangan Ini Lebih Diunggulkan di Pilpres

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Erik Purnama Putra
Prabowo Subijanto ketika menghadiri acara kumpul bersama jelang berbuka puasa di Rumah Polonia, Jakarta, Sabtu (5/7).
Foto: Antara
Prabowo Subijanto ketika menghadiri acara kumpul bersama jelang berbuka puasa di Rumah Polonia, Jakarta, Sabtu (5/7).

REPUBLIKA.CO.ID, ‪JAKARTA -- Mayoritas lembaga survei menyebut elektabilitas pasangan Prabowo-Hatta unggul di atas pasangan Jokowi-JK. Tercatat, lebih dari sepuluh lembaga survei mengungkap tren kenaikan elektabilitas Prabowo-Hatta menjelang pelaksanaan Pilpres.‬

‪Rilis survei terbaru dikeluarkan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Ahad 6 Juli 2014. Hasilnya, pasangan Prabowo-Hatta mendapat respon publik sebesar 47,93 persen dan Jokowi-JK 43,05 persen.‬

‪Sebelumnya, pada tanggal 1 Juli lalu, Institut Survei Indonesia (ISI) juga menggelar survei. Hasilnya, elektabilitas pasangan Prabowo-Hatta mencapai 52,55 persen dan Jokowi-JK 47,45 persen. Pusat Data Bersatu (PDB) juga menyatakan elektabilitas Prabowo-Hatta mencapai 40,6 persen, dan Jokowi-JK 32,2 persen. Indonesia Network Elections Survey (INES) melakukan survei yang sama di mana Prabowo-Hatta mendapat 54,3 persen, sedang Jokowi-JK 37,6 persen.‬

‪Pengamat politik Pusat Kajian Politik Islam dan Pancasila, Yudha Firmansyah, mengatakan, pasangan Prabowo-Hatta kemungkinan besar akan memenangkan Pilpres. “Saya kira bakal menang. Lebih dari sepuluh lembaga survei lho,” katanya ketika dihubungi, Senin (7/7).‬

‪Namun begitu, ia mengaku heran kenapa lembaga survei yang selama ini sering tampil di momen pemilu atau pilkada tidak merilis hasil survei. Padahal, ujarnya, ketika Jokowi baru diumumkan sebagai calon presiden oleh PDIP, lembaga itu sering tampil. “Apa karena faktor kenaikan Prabowo-Hatta? Apa karena Jokowi-JK sudah di bawah Prabowo?” terangnya.‬

‪Ia menyatakan, sejatinya yang perlu dicurigai adalah lembaga survei yang tidak merilis hasil surveinya. Sebab, kata Yudha, ada kemungkinan lembaga itu menyimpan informasi yang benar untuk diketahui publik. “Kalau menang ya katakan menang, meningkat atau menurun. Kalau yang merilis survei kan bisa dikejar tuh, dibongkar metodologinya, dikritik. Nah yang diam ini yang bahaya,” imbuhnya.‬

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement