REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, memuji dan mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Presiden SBY yang tidak meneken ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Ucapan terima kasih itu disampaikan Winarno dalam pidatonya saat pembukaan Pekan Nasional (Penas) Petani dan Nelayan XIV, Sabtu (7/6). “Atas nama petani tembakau, saya mengucapkan terimakasih kepada Presiden yang belum menandatangai ratifikasi FCTC,” ucap Winarno di atas podium.
Sebelumnya, Winarno saat dikonfirmsi, menyatakan telah menghadap Presiden beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu, KTNA meminta pemerintah Indonesia tidak meratifikasi FCTC. Apalagi Amerika Serikat, yang dipandang sebagai “sponsor” FCTC sampai saat ini belum juga meratifikasi FCTC.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden menyatakan tidak akan meratifikasi FCTC. Presiden sepakat dengan petani, kalau beleid asing itu diteken hanya akan merugikan petani tembakau dan rokok kretek.
Menteri Sekretaris Kabinet Dipo Alam yang ditemui di sela-sela acara juga menegaskan, Presiden tidak akan gegabah menandatangani FCTC karena ini menyangkut nasib jutaan petani, pekerja industri maupun industri pendukung di dalamnya. “Kita tidak akan ratifikasi sampai petani mempunyai capacity building yang kuat” ujar Dipo.
Winarno berharap, sikap Presiden SBY itu akan diteruskan presiden pemenang pemilu 9 Juli mendatang. “Ya paling tidak untuk lima tahun ke depan Insya Allah ratifikasi FCTC itu tidak akan ditandatangani," harap Winarno.
KTNA mengakui, Indonesia belum siap meratifikasi FCTC itu. Alasannya, ratifikasi itu tidak hanya berdampak pada petani tembakau, namun juga bakal merontokkan industri rokok kretek nasional. Padahal, industri ini menyerap jutaan tenaga kerja. Belum lagi tenaga kerja di bisnis yang mendukung pertanian tembakau dan industri rokok kreteknya.
Winarno menambahkan, tak mudah bermigrasi dari tanaman tembakau ke tanaman komoditas lain mengingat pertanian tembakau sudah dilakukan turun temurun. Selain itu, kata dia, rokok kretek di Indonesia sudah menjadi trade mark. Di dunia ini, rokok kretek hanya ada di Indonesia. Seharusnya, rokok kretek justu dilestarikan seperti halnya ceruta Kuba.
Apalagi, terang dia, sumbangan cukai rokok terhadap pendapatan APBN sangat besar. Tahun ini saja, sesuai APBN, pemerintah menargetkan menerima cukai rokok hingga Rp 116,28 triliun.