REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan langkah deportasi yang dilakukan pihak imigrasi terhadap 20 guru Jakarta Internasional School (JIS) dinilai terlalu berlebihan.
Padahal, pihak imigrasi mengetahui bahwa kasus pelecehan seksual terhadap anak di JIS masih dalam pengembangan penyidikan. Dimana, diduga pelaku kejahatan seksual terhadap anak di JIS tidak hanya melibatkan cleaning service. Akan tetapi diduga melibatkan oknum guru di JIS.
“Saya kira, memang imigrasi berlebihan mengambil sikap deportasi 20 orang itu. Padahal imigrasi tahu ini masih pengembangan penyidikan bahwa diduga diluar cleaning service. Kecewa dengan imigrasi,” ujar Arist kepada Republika, Jumat (6/6).
Ia menuturkan mendukung kepolisian (Polda Metro Jaya) yang meminta penundaan deportasi terhadap beberapa guru JIS. Akan tetapi menurutnya, tidak hanya beberapa guru yang dicekal saja akan tetapi mencekal seluruh guru di JIS keluar negeri. Dengan alasan 20 guru diperlukan untuk pengembangan penyidikan.
“Saya melihat dengan deportasi yang dikabulkan, bentuk membersihkan JIS dari kejahatan seksual. Negara kalah diintervensi JIS,” ungkapnya.
Menurutnya, dengan deportasi terhadap 20 guru di JIS maka JIS ingin mengatakan kepada dunia internasional bahwa mereka tidak bersalah. Padahal, Dirjen PAUD Kemendikbud mengatakan perlu pengembangan penyidikan karena diduga kejahatan seksual dilakukan oleh guru-guru di JIS. Termasuk pihak JIS yang mempekerjakan Vahey selama berpuluh-puluh tahun.
Arist mengatakan langkah deportasi ini merupakan bentuk pengalihan isu. Serta, deportasi tersebut dilakukan karena guru-guru di JIS melanggar izin tinggal dan mengajar. Bukan karena kejahatan seksual. “Imigrasi diintervensi. Karena sebenarnya dia tahu JIS dalam berperkara dan akhirnya memberikan deportasi,” katanya.