REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah II Pangkalan Bun Kalteng, berupaya merelokasi buaya Sungai Mentaya yang sering menyerang warga daerah itu.
"Relokasi itu dilakukan guna mengatasi teror buaya Sungai Mentaya yang dengan ganas memangsa warga. Keberadaan buaya sendiri selalu bergerak sehingga kita kesulitan memantaunya," kata Kepala BKSDA Seksi Konservasi Wilayah II Pangkalan Bun Kalteng, Hartono kepada wartawan, Kamis (5/6).
Sedangkan untuk survei populasi buaya sungai mentaya, Hartono mengaku BKSDA masih belum melakukannya. "Kami belum ada melakukan survey itu, namun demikian kami terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan terbaru keberadaan satwa tersebut," katanya.
Sementara itu Pelaksana Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotim Sanggul Lumban Gaol mengungkapkan, untuk relokasi buaya sunagi Mentaya sangatlah tidak mudah dilakukan.
Menurutnya, untuk menangkap buaya sungai Mentaya secara hidup-hidup harus dilakukan oleh orang yang benar- benar ahli. "Kita tidak bisa sembarang tangkap karena dikhawatirkan akan melanggar aturan dan ketentuan. Sebab ini termasuk satwa yang dilindungi," ungkapnya.
Hal yang paling menyulitkan dalam menangkap buaya itu adalah areal atau kawasan yang diduga menjadi habitat buaya sangat luas.
"Kalau hanya di sungai kecil, mungkin lebih mudah ditangkap. Misalnya kita blok saja sungai itu agar buayanya tidak bisa lari. Sedangkan Sungai Mentaya ini sangat lebar dan panjang. Tidak mungkin kita blok. Diperkirakan daerah habitatnya itu dari sekitar perairan Sungai Sampit hingga muara Sungai Mentaya. Itu kawasan yang sangat luas," ucapnya.
Selain itu, jika melakukan penangkapan juga harus menggunakan cara yang tidak melanggar undang-undang. "Kalau ditembak misalnya, itukan tidak boleh. Makanya harus dicari cara yang tepat. Selain itu, yang menangkap juga harus punya keahlian. Kalau orang yang tidak punya keahlian, bisa-bisa juga malah jadi mangsa buaya," katanya.