Selasa 06 May 2014 10:20 WIB

Mulai Jalani Persidangan Atutpun Resmi Berstatus Gubernur Nonaktif

Rep: gilang akbar prambadi/ Red: Taufik Rachman
  Gubernur Banten non aktif, Ratu Atut Chosiyah usai pemeriksaan berkas di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (15/4). (Republika/Agung Supriyanto)
Gubernur Banten non aktif, Ratu Atut Chosiyah usai pemeriksaan berkas di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (15/4). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Sampai saat ini, Ratu Atut Chosiyah masih resmi menjabat sebagai Gubernur aktif untuk Banten. Kasus dugaan korupsi yang menyeretnya ke bilik tahanan KPK sejak Oktober tahun lalu tidak lantas membuat ia menyerahkan jabatannya kepada Wakil Gubernur Banten Rano Karno.

 

Namun, tidak dalam waktu lama lagi Atut harus rela meletakan jabatannya sebagai orang nomor satu di Banten. Hal ini mengacu pada aturan dalam UU No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam aturan itu disebutkan, seorang kepala daerah yang terlibat masalah hukum apabila sudah memperoleh status terdakwa akan dinonaktifkan

 

Selasa (6/5) pagi Atut tengah menjalani sidang dakwaan dalam dugaan suap sengketa Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi (MK). Atut pun tampaknya telah pasrah dan bersiap untuk tidak akan lagi menikmati jabatannya sebagai gubernur.

 

“Iya, memang menurut aturan terdakwa otomatis akan langsung non aktif, itu nanti akan ditindaklanjuti oleh Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri).” ujar pengacara Atut Tubagus Sukatma saat dihubungi di Jakarta Selasa.

 

Meski demikian, Sukatma menyebut kliennya sampai saat ini belum menerima surat pemberitahuan apapun dari Kemendagri terkait penonaaktifan tersebut. Namun yang jelas menurutnya Atut diklaim sudah siap menerima segala konsekuensi dari aturan itu. “Ibu (Atut) akan menerima, karena kan memang aturannya seperti itu,” ujar dia.

 

Seperti yang ada didakwaan terdakwa lainnya dalam kasus ini Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan Atut diduga bersama-sama adiknya tersebut menyuap Akil Mochtar yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK sebesar Rp 1 miliar.

 

Uang ini diserahkan Atut dan Wawan melalui Susi Tur Andayani. Awalnya, Akil meminta jumlah uang sebesar RP 3 miliar selaku hakim panel dalam membantu mempengaruhi putusan. Saat itu, dugaan penyuapan sendiri dilakukan untuk mempengaruhi putusan sengketa pilkada yang diajukan pasangan calon bupati/wabup Amir Hamzah-Kasmin.

 

Atas dasar ini, Atut didakwa dua pasal Tipiko yaitu Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement