Selasa 25 Mar 2014 14:09 WIB

PPATK Juga Temukan Kerancuan Dalam RUU KUHP

Rep: Andi Mohammad Ikhbal/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua PPATK, M Yusuf, mengikuti rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Ketua PPATK, M Yusuf, mengikuti rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pusat Pelaporan dan Analisis Traksaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya rumusan tindak pidana korupsi yang dinilai rancu dalam RUU KUHP. Delik sejumlah dalam aturan tersebut diduga akan menciptakan kebingunan, bahkan dapat melebur lembaga penegak hukum yang tidak struktural.

Ketua PPATK, Muhammad Yusuf mengatakan, pihaknya menyoroti delik pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). RUU KUHP menyebutkan, obyek tersebut dinilai tidak benar karena seharusnya tindak pidana asal.

"Norma itu mempersempit ruang gerak PPATK dalam," kata Yusuf dalam sambutannya dalam Seminar Masa depan regulasi anti pencucian uang dan eksistensi PPATK di skema RUU KUHP, di Gedung PPATK, Selasa (25/3).

Pada Pasal 747 dan 748 RUU KUHP menjelaskan, hasil tindak pidana pencucian uang dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang.

Kedua pasal tersebut, kata dia, menimbulkan kebingungan bagi pihaknya yang membacanya. Tindak pidana asal pencucian yang dalam kedua pasal tersebut dianggap TPPU. Hal ini jelas mengindikasikan, ada pemahaman yang keliru dari penyusun UU.

"Mereka tidak bisa membedakan mana yang disebut TPPU dan tindak pidana asal. Saya harap ini kekeliruan redaksional saja," ujarnya.

Pihaknya juga mengomentari soal keberadaan lembaga penegak hukum di luar instansi struktural yang dalam RUU KUHP. Dimana, upaya memblokir, menunda dan menghentikan transaksi keungan, yang menjadi tugas PPATK tidak dijelaskan dalam KUHP. "Apakah ini artinya fungsi itu hilang. Kalau hilang, kami tidak setuju," ujar dia.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement