REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU-- Upaya kaum perempuan untuk duduk di parlemen kian mendapat dukungan dan berbagai harapan dibebankan pada mereka. Beragam alasan mengapa warga masyarakat mendorong keterwakilan perempuan di legislatif, diantaranya untuk keseimbangan.
Pengamat kebijakan publik Bengkulu, Hardiansyah ST MT mengatakan calon legislatif perempuan yang terpilih pada Pemilu 2014, pasti mampu mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan perempuan di berbagai sektor, termasuk dalam kebijakan publik.
"Hanya legislatif perempuan yang mampu 'memerempuankan' kaum perempuan, hak-hak perempuan harus diakomodasi," katanya.
Dia mengatakan berbagai sektor kebijakan publik khususnya pembangunan di Provinsi Bengkulu belum memperhatikan kebutuhan khusus dari perempuan. "Coba kita lihat, di berbagai lokasi pelayanan publik, pasar, terminal dan lokasi lainnya, ibu-ibu pusing mencari tempat tersembunyi untuk menyusui anak mereka, atau mencari kain untuk menutupinya. kita lihat kaum perempuan yang memakai rok panjang susah menaiki bus, coba kalau ada trotoar khusus yang sama tinggi dengan tangga bus pada koridor tempat menaikkan penumpang, mereka akan terbantu," kata dia.
Dengan adanya keterwakilan perempuan di DPRD setempat, kebutuhan khusus tersebut diyakini mampu diperhatikan serta diperjuangkan. "Hal seperti inilah yang disebut 'memperempuankan' perempuan, kapan lagi kita menghargai dan menghormati hak-hak perempuan," kata Hardiansyah.
Lebih lanjut, menurut dia, masyarakat atau negara yang baik dapat terlihat dari baiknya perempuan dan perempuan akan menjadi terhormat jika hak-hak mereka sebagai wanita dihormati. Direktur Women Crisis Center (WCC) Bengkulu, Teti Sumeri mengatakan keterwakilan perempuan di legislatif juga dibutuhkan untuk memperbaiki pendidikan dan keterampilan perempuan.
"Banyak perempuan yang tidak memiliki keterampilan sehingga membuat mereka hanya menjadi ibu rumah tangga, sedangkan mereka bisa dan memiliki kapasitas lebih dari seorang IRT," kata dia. Kurangnya keterampilan kaum perempuan kata dia, mengakibatkan sulitnya perekonomian keluarga, karena pendapatan keluarga hanya berasal dari suami.
"Oleh karena itu, keluarga menjadi pra-sejahtera, sulitnya ekonomi mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga, sehingga hal ini yang membuat derajat wanita menjadi rendah," kata dia.
Dengan adanya keterwakilan perempuan yang kapabel di legislatif, menurut dia, diharapkan mampu memperjuangkan kebutuhan dasar perempuan sehingga meningkatkan kualitas yang berdampak kepada peningkatan kesejahteraan.