Kamis 27 Feb 2014 04:27 WIB

Istana: Tak Benar Ada Upaya Mendukung Pelemahan KPK

Rep: Esthi Maharani/ Red: Mansyur Faqih
Jubir Kepresidenan Julian Aldrin Pasha
Foto: Antara/Pandu Dewantara
Jubir Kepresidenan Julian Aldrin Pasha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara presiden, Julian Aldrin Pasha menegaskan pemerintah tidak punya niat untuk memperlemah KPK lewat RUU KUHP dan KUHAP yang sedang dibahas di DPR.

"Tidak benar ada upaya mendukung pelemahan KPK, begitu pula dengan lembaga lain," katanya di kompleks istana kepresidenan, Rabu (26/2). 

Ia mengatakan, revisi undang-undang tersebut sudah masuk ke meja DPR dan dibahas bersama pemerintah. Kalau pun ditengah jalan ada protes dari berbagai pihak, maka ada baiknya disampaikan pada saat proses itu sedang berlangsung. Artinya, bukan berarti revisi undang-undang tersebut harus ditarik dan batal dibahas.

"Karena pembahasan di DPR itu membuka ruang untuk penyempurnaan. Kalau sudah diserahkan kepada DPR, seyogyanya kita ikuti dan hormati proses yang sedang berjalan di sana. Ada sisi tertentu yang ingin disempurnakan, silakan dibahas dan disampaikan ke DPR," katanya. 

Sementara itu, Menko Polhukam, Djoko Suyanto menegaskan tidak ada lembaga mana pun termasuk pemerintah yang ingin mengebiri KPK. Menurutnya, revisi undang-undang tersebut bukan baru kemarin sore.

Tetapi sudah melewati berbagai proses dan dalam jangka waktu yang lama. "RUU ini sudah disusun 12 tahun lalu, bahkan KPK belum lahir. Yang menyusun para pakar. Mari kita hormati," katanya. 

Menurutnya, jika ada pasal-pasal dalam RUU tersebut yang tidak disepakati, ada baiknya dibahas bersama. Apalagi prosesnya masih berjalan di DPR sehingga penyempurnaan bisa dilakukan. 

Ia menyarankan agar KPK atau pun ahli hukum yang lain bisa duduk bersama, membuat kajian, dan mengajukan mana saja yang menjadi keberatan dalam revisi undang-undang tersebut.

"Kalau ada pasal yang masih tidak pas, ya itu gunanya pembahasan di DPR. Kenapa gak KPK dan mereka itu susun DIM, jeleknya apa. Jangan megaphone diplomasi ke media-media," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement