Kamis 20 Feb 2014 23:25 WIB

Ini Detik-Detik Menegangkan Evakuasi Korban Lahar Dingin di Malang

Rep: Rr. Laeny Sulistywati/ Red: Bilal Ramadhan
Suasana aliran Kali Sembong seusai diterjang aliran lahar dingin, Gunung Kelud di kawasan desa Pandansari, Kec. Ngantang Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (19/2).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Suasana aliran Kali Sembong seusai diterjang aliran lahar dingin, Gunung Kelud di kawasan desa Pandansari, Kec. Ngantang Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG-- Heroik. Kata-kata itulah yang pantas diucapkan untuk aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berupaya evakuasi warga Desa Pandansaro, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang yang terisolir akibat putusnya dua jembatan akibat aliran lahar dingin, Selasa (18/2) sore.

Kepala Penerangan Kodam V/Brawijaya Totok Sugiharto masih ingat, saat itu ia bersama ribuan personel TNI AD bersiaga di dekat Sungai Konto di Desa Pandansari. Ya, selama ini personel TNI AD membantu warga Desa Pandansari membersihkan rumahnya dari abu vulkanik erupsi Gunung Kelud yang terjadi, Kamis (13/2) lalu. Apalagi, Kecamatan Ngantang merupakan salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak erupsi Gunung Kelud. “Disaat terdengar suara gemuruh,” katanya kepada Republika, Kamis.

Mengerti bahwa bahaya lahar dingin menerjang, para personel TNI AD yang bersiaga di lokasi Sungai Konto segera menepi dan meneriaki penduduk untuk segera keluar dari Desa Pandansari dengan menyeberangi dua jembatan.

Sialnya, kecepatan aliran lahar dingin lebih cepat dari kesigapan 312 masyarakat Desa Pandansari dan 19 dermawan yang memberikan bantuan. Lahar dingin dengan kecepatan 70-80 kilometer (km) per jam itu dengan cepat menerjang apapun yang ada didepannya.

Aliran lahar dingin yang berisi material pasir, pohon, kayu besar hingga lumpur bercampur jadi satu dan menyerang apapun yang didepannya. Manusia pasti takkan mampu menyeberangi air dengan material seperti itu. Jangankan manusia, dua jembatan dan tembok pembatas dihancurkan oleh lahar dingin.

Dua jembatan itu akhirnya putus, padahal jembatan itu merupakan satu-satunya akses penduduk maupun kendaraan untuk menyeberang menuju ke Desa Pandansari begitu juga sebaliknya. “Saat itu lebar sungai hingga menjadi 100 meter dengan kedalaman hingga dua meter,” tuturnya.

Dari situlah, detik-detik menegangkan itu dimulai. Sebanyak 312 warga dan 19 relawan terisolir di dalam Desa Pandansari. Aparat TNI AD juga tidak mampu mengevakuasi penduduk. Praktis, para personel TNI harus menunggu hingga aliran lahar dingin surut. Sebanyak 2.226 personel jajaran satuan TNI AD dikerahkan.

Para aparat TNI AD tidak melakukan evakuasi terlebih dahulu melainkan memberikan bantuan logistik seperti makanan siap saji. Bantuan itu diberikan lewat tali. Evakuasi baru bisa dilakukan keesokan harinya. Totok menjelaskan, pihaknya mulai melakukan evakuasi sejak Rabu (19/2) pagi.

Evakuasi tidak dilangsungkan sekaligus, melainkan bertahap dengan menggunakan kendaraan roda rantai dan tali yang digunakan untuk Flying Fox. Evakuasi berakhir pada Kamis (20/2) pagi. Alhamdulilah, semua warga dan dermawan berhasil dievakuasi dengan selamat.

Beruntung, kata Totok, status Gunung Kelud yang semula awas resmi diturunkan Kamis siang ini. Sehingga radius bahaya yang semula 10 kilometer (km) menjadi 5 km.  “Meski demikian, kami tetap berjaga-jaga karena bisa saja ada lahar dingin susulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement