Ahad 16 Feb 2014 10:50 WIB

Rute Penerbangan Sumatera tidak Terdampak Gunung Kelud

 Hujan debu akibat letusan Gunung Kelud menyelimuti kawasan Jalan Sanun Wates Kulonprogo, DIY, Jumat (14/2) pagi.  (Republika/Heri Purwata)
Hujan debu akibat letusan Gunung Kelud menyelimuti kawasan Jalan Sanun Wates Kulonprogo, DIY, Jumat (14/2) pagi. (Republika/Heri Purwata)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan menegaskan bahwa rute penerbangan di atas Pulau Sumatera tidak terganggu dan terdampak aktivitas debu vulkanis letusan gunung Kelud, Jawa Timur.

"Posisi debu vulkanis akibat letusan Gunung Kelud hingga saat ini telah mencapai Samudera Hindia di bagian barat Pulau Sumatera pada ketinggian 65.000 kaki sehingga dipastikan tidak menganggu rute penerbangan di sekitar Sumatera," kata Pelaksana Tugas Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub, Bambang S Ervan di Jakarta.

Menurut dia, hal tersebut karena penerbangan domestik maupun internasional umumnya berada pada ketinggian 30.000 kaki hingga 35.000 kaki.

Ia juga menyebutkan, terkait dampak letusan gunung berapi, di kalangan penerbangan telah berlaku mekanisme khusus penyampaian informasi yang dilakukan secara detil dan selalu dimutakhirkan dengan kondisi terkini.

"Misalnya terkait dengan kejadian meletusnya Gunung Kelud Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan selaku otroitas penerbangan sipil di indonesia telah mengeluarkan ASTHAM (Ash Volcanic Hazard to Airmen)," katanya.

Ia memaparkan, ASTHAM merupakan dokumen yang berisi data titik-titik koordinat di dalam rute penerbangan yang terkena dampak debu vulkanis. Perumusan ATSHAM, lanjutnya, berdasarkan data data yang diperoleh dari berbagai lembaga diantaranya VAAC (Volcanic Ash Advisory Centre), BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofikasi) dan PVMBG (Pusat Vulkalogi dan Mitigasi Bencana Geologi) Badan Geologi.

Berdasarkan ASTHAM inilah kemudian Dirjen Perhubungan Udara mengeluarkan NOTAM (Notice to Airmen) kepada bandara yang terkena dampak sehingga perlu berhenti operasi terlebih dahulu.

Sedangkan penutupan dan pembukaan kembali bandar udara yang terkena dampak ini juga diputuskan bersadarkan laporan evaluasi lapangan oleh masing-masing bandar udara.

"Jadi tidak boleh sembarangan pihak menyampaikan informasi menyangkut dampak gangguan letusan gunung berapi terhadap penerbangan, informasi yang sepotong-sepotong tersebut dapat menimbulkan penafsiran yang salah di kalangan publik," kata Bambang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement