Rabu 05 Feb 2014 01:27 WIB

RUU Baru Disebut Tidak Jelas Mengenai Perlindungan Perdagangan

Rep: Nora Azizah/ Red: Hazliansyah
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan (kiri) bersama Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto saat memberikan keterangan pada wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/1). Jumpa pers tersebut membahas telah disepakatinya substansi Rancangan Undang-
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan (kiri) bersama Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto saat memberikan keterangan pada wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/1). Jumpa pers tersebut membahas telah disepakatinya substansi Rancangan Undang-

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia for Global Justive menyebut Rancangan Undang-Undang Perdagangan yang baru tidak jelas memuat mengenai perlindungan perdagangan. Khususnya untuk melindungi perdagangan dalam negeri.

"Meski memuat tentang perlindungan namun tidak jelas," kata Peneliti Senior dari Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamudin Daeng, saat konferensi pers di kantor pusat IGJ, di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (4/2).

Salamudin menjelaskan, pasal-pasal yang harusnya menjelaskan bentuk perlindungan untuk perdagangan justru tidak jelas. Terutama pada pasal 50 sampai 53 yang berisi mengenai perjanjian internasional. Dalam RUU Perdagangan tidak jelas menyebutkan mengenai perlindungan demi menjaga perekonomian negara.

Bentuk perlindungan dalam perdagangan hanya dua, yakni proteksi dan subsidi. Proteksi yakni melindungi biaya perdagangan keluar. Sedangkan subsidi lebih ke sektor internal, yakni subsidi untuk pertanian. Dalam RUU Perdagangan yang baru, bahkan tidak menyinggung mengenai subsidi pertanian.

Isi pasal juga cenderung banyak yang copy-paste dari perjanjian internasional lain. "Tidak ada perubahan dalam RUU baru ini, kecuali membuat perdagangan semakin liberal," kata Salamudin.

Bahkan sektor pertanian yang seharusnya memerlukan banyak subsidi justru tidak dibahas. RUU Perdagangan yang baru seperti tidak ada upaya melindungi perekonomian negara dalam menghadapi perjanjian internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement