REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amri Amrullah
Bantuan rehabilitasi akan disesuaikan dengan kerusakan yang ada.
JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau agar masyarakat pengelola masjid dan rumah ibadah lain segera mengajukan usulan rehabilitasi.
Terutama, rumah ibadah yang rusak akibat diterjang bencana. Pengajuan rehabilitasi ini dapat dilakukan ke setiap kantor wilayah (Kanwil) Kemenag atau Kemenag Pusat di Jakarta.
Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Abdul Djamil mengatakan, pihaknya memiliki perhatian khusus terhadap masjid yang mengalami kerusakan akibat bencana. Perbaikan ini juga berlaku bagi rumah ibadah lain yang menjadi korban bencana.
Bagi Bimas Islam, kata Djamil, prioritas perbaikan masjid yang terkena bencana menjadi keharusan dan masuk dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggara (DIPA) Kemenag. Tapi, masyarakat harus mengajukan proposal terlebih dahulu kepada Kemenag di daerah.
Bantuan rehabilitasi itu pun akan disesuaikan dengan kerusakan yang ada. "Kita sudah banyak memperbaiki masjid rusak karena bencana. Yang paling banyak, masjid di Aceh karena gempa dan di Yogyakarta karena gempa dan erupsi Merapi," ujarnya, Selasa (28/1).
Direktur Urusan Agama Islam Kemenag Mukhtar Ali menambahkan, sejumlah laporan kerusakan masjid akibat bencana sudah masuk di Kemenag.
Pendataan pun sudah dilakukan. Di antaranya, beberapa masjid rusak akibat banjir bandang di Sulawesi Utara dan masjid rusak di Sinabung, Sumatra Utara.
Selain itu, ada juga laporan masjid rusak di Jawa Barat dan Jawa Tengah akibat gempa, beberapa hari lalu. "Kita juga bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Dinas Sosial untuk proses pengecekan dan bantuan yang diperlukan," katanya.
Mekanisme selanjutnya, menurut Mukhtar, tinggal masyarakat yang mengajukan perbaikan. Atau, akan ada bantuan langsung dari Kemenag ke beberapa masjid yang dinilai rusak parah dan membutuhkan renovasi. Bantuan rehabilitasi masjid dan rumah ibadah lain akibat bencana bergantung pada kerusakan masing-masing.
Sebelumnya, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla mengatakan, selama ini perhatian pemerintah terhadap masjid relatif kurang.
Ia khawatir kondisi ini akan memunculkan potensi tumbuh suburnya paham radikal. “Jika di masjid berkembang paham radikal yang repot pemerintah sendiri,” ujar pria yang biasa disapa JK itu.