Selasa 21 Jan 2014 13:01 WIB

Atasi Banjir Jakarta, Pemimpin di Jabodetabek Perlu Bekerja Sama

Aktivitas warga di Jalan KH Abdullah Syafei yang tergenang banjir akibat meluapnya Kali Ciliwung di Kampung Melayu, Jakarta, Sabtu (18/1). (Republika/Prayogi)
Aktivitas warga di Jalan KH Abdullah Syafei yang tergenang banjir akibat meluapnya Kali Ciliwung di Kampung Melayu, Jakarta, Sabtu (18/1). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir yang selalu melanda Jakarta hanya bisa diatasi dengan harmonisasi kebijakan. Pemerhati kota, Rommy meminta agar para pemimpin di wilayah Jabodetabek agar bekerja sama melakukan harmonisasi 

''Untuk itu saya berharap pemimpin di area ini (Jabodetabek) bisa lebih bijaksana dan tidak arogan untuk dapat bekerja sama,'' ungkap Rommy yang juga calon anggota DPD dari daerah pemilihan DKI Jakarta, Selasa (21/1).

Kerja sama itu, kata dia, dengan  cara penanggulangan dan pengelolaan sampah, serta kampanye budaya bersih. Penggagas gerakan #betterjkt -- sebuah gerakan di media sosial bersama masyarakat untuk menciptakan Jakarta yang lebih baik -- itu mengingatkan agar pemerintah untuk menyetop pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) di daerah resapan air.

''Akan tetapi, sepertinya sampai saat ini pembangunan daerah-daerah di Jabodetabek sangat masif, seperti pembangunan pusat-pusat perbelanjaan (mega mall), hotel-hotel, perumahan, dan bangunan besar lain yang kerap mengabaikan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan),'' ungkap pria yang dijuluki "Anak Kampung Jakarta" itu.

Menurut dia, daerah-daerah yang seharusnya menjadi ruang terbuka hijau dan daerah resapan air, justru diganti dengan hutan beton. ''Daerah kawasan hutan sudah mengalami erosi, rawan longsor dan kekuatan hutan menyangga air pun berkurang sehingga banjir pun tak terelakkan.''

Rommy menegaskan, perlu kebesaran hati para pemimpin di daerah Jabodetabek untuk duduk bersama, menghilangkan arogansi untuk membuat kesepakatan, misalnya soal penanganan banjir.

''Jangan sampai kejadian tempo hari yang dilakukan Wagub DKI Jakarta untuk membeli lahan lain di daerah Jabodetabek untuk penanganan banjir ditolak oleh salah satu pemimpin di Jabodetabek,'' cetusnya.

Menurut Rommy, jika perlu, mungkin saja diperlukan intervensi atau fasilitasi dari pemerintah pusat untuk secara serius untuk membuat rencana kebijakan yang integratif dari hulu ke hilir di area Jabodetabek ini.

Banjir yang terjadi di DKI Jakarta, kata dia, tidak hanya disebabkan minimnya kawasan resapan air serta ulah masyarakat  membuang sampah sembarangan atau membangun rumah dikawasan yang dilarang pemerintah seperti menempati daerah bantaran sungai/waduk.

''Banjir Jakarta juga disebabkan air kiriman dari daerah lain di seputar Jabodetabek. Meski banyak upaya dikerahkan oleh pemerintah DKI, namun curah hujan yang sangat tinggi dimusim penghujan mengakibatkan banjir kiriman menjadi sulit ditanggulangi,'' papar Rommy. Atas dasar pertimbangan itulah, harmonisasi kebijakan perlu segera dilakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement