REPUBLIKA.CO.ID,BOJONEGORO--Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, meminta kepada jajaran Dinas Pendidikan melakukan verifikasi guru dan jajarannya yang mengajukan permohonan izin mengikuti pemilihan kepala desa dengan benar, agar tidak menimbulkan permasalahan.
"Verifikasi guru dan jajaran Disdik yang mengajukan permohonan izin kami serahkan sepenuhnya kepada Disdik, dengan catatan prosesnya harus benar," kata Wakil Bupati Bojonegoro Setyo Hartono, Selasa.
Ia menjelaskan proses verifikasi guru dan jajaran disdik yang mengajukan permohonan izin mengikuti pilkades bisa dilakukan dengan mempertimbangkan banyak faktor, di antaranya, tidak pernah terlibat dalam masalah kriminal.
Dirinya menyesalkan Disdik tidak pernah melakukan verifikasi secara benar kepada guru Wakitur asal Desa Ngujung, Kecamatan Temayang, yang bisa memperoleh izin dari Bupati Bojonegoro Suyoto untuk mengikuti pilkades.
Padahal, menurut dia,guru Wakitur pernah menjalani hukuman satu tahun penjara dalam kasus sertifikat tanah prona, selain itu juga sedang dalam proses diusulkan dipecat sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
"Seharusnya disdik memproses kasus Wakitur dulu mengenai pemecatan sebagai PNS, bukan malah memberikan izin mengikuti pilkades," ujarnya, menegaskan.
Mengenai sejumlah guru lainnya yang mengajukan izin mengikuti pilkades, ia menyerahkan sepenuhnya kepada disdik untuk melakukan verifikasi secara benar agar tidak salah dalam memberikan rekomendasi.
"Ya semua kita serahkan disdik dalam memverifikasi guru dan jajarannya yang mengajukan permohonan izin mengikuti pilkades," tandasnya.
Sesuai data, guru yang mengajukan izin mengikuti pilkades yaitu guru Sri Hartini, asal Desa Pejok, Kecamatan Kepohbaru, Kasturi, asal Desa Karangdinono, Kecamatan Sumberrejo, Damiasri, asal Desa Mbandungrejo, Kecamatan Gajam dan Sukanto, asal Desa Ndayu, Kecamatan Kedungadem.
Selain itu, juga PNS Unit Pelaksana Teknis (UPT) Disdik asal Desa Karangdowo, Kecamatan Sumberrejo Kasturi.
"Meskipun belum memperoleh izin dari disdik kami tetap mendaftar mengikuti pilkades, sebab batas terakhir pendaftaran 16 Januari," kata salah seorang guru Sri Hartini, dibenarkan Damiasri dan Kasturi.
Ia bersama Damiasri dan Kasturi mengaku memperoleh jawaban dari pejabat di disdik yang menangani proses verifikasi yang jawabannya disdik tidak memberikan izin guru mengikuti pilkades tanpa alasan yang jelas.
"Tapi kami tahu karena ada permasalahan pemberian izin Wakitur, sehingga kami menjadi korban," jelas Kasturi, menegaskan.