REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyarankan agar pemerintah pusat menyubsidi gas elpiji agar harga gas bisa stabil.
"Saya lama-lama mikir, kenapa gas enggak disubsidi? Mungkin nyolongnya susah karena mesti pakai mesin. Kalau BBM disubsidi bisa dialihkan mudah. Saya kira rakyat enggak butuh subsidi BBM di kampung-kampung," kata Ahok di Balaikota, Senin (6/1).
Ahok dengan tegas menyatakan tidak setuju terhadap kebijakan PT Pertamina yang menaikkan harga gas elpiji ukuran 12 kg sebesar Rp 1.000 per kilogram.
"Tapi kalau enggak bisa pilih, APBN kita bahaya, subsidi BBM yang dicabut dari semua mobil pribadi, itu langkah pertama Pak Gubernur bilang. Daripada sekarang subsidi enggak dicabut, gas yang dicabut," katanya.
Ahok menilai keputusan PT Pertamina menaikan harga gas elpiji justru membuat usaha pemerintah pusat untuk melakukan konversi dari penggunaan minyak ke gas gagal.
"Orang kampung di luar Jakarta banyak pakai BBM mahal. Gas yang susah. Kita sudah setengah mati mendorong orang pindah dari minyak ke gas," ketanya.
Menurut Ahok, subsidi gas secara teknis sulit diselewengkan karena hal tersebut membutuhkan alat tertentu. Selain itu pengawasan subsidi gas akan lebih mudah.
"Kalau BBM, tukang isi BBM di daerah juga bisa kaya raya isi jerigen malam-malam. Kita juga enggak pernah tahu SPBU itu diisi berapa. Kalau agennya nakal, satu tangki itu bisa Rp 25 juta selisihnya. Apa gak gila-gilaan itu?" Katanta.
PT Pertamina beralasan rugi sehingga terpaksa menaikan harga gas elpiji 12 kg yang sebelumnya direncanakan sebesar Rp 3.900 per kilogram menjadi Rp 1.000 per kilogram.
Jika alasannya seperti itu, Ahok malah menilai pihak Pertamina sendiri yang justru membuang dana untuk pengadaan radio frecuency identification (RFID) yang menurutnya tidak dibutuhkan, bahkan cenderung mubazir jika Pertamina merugi.
"Ketika dia rugi, gas yang dikorbanin. Kalau kamu rugi kenapa enggak cabut RFID? RFID hanya untuk kendaraan umum saja. Jadi kendaraan pribadi tidak boleh pakai BBM semua. Itu lebih masuk akal," katanya.
Karena kenaikan harga gas elpiji sebesar Rp 1.000 per kilogram, saat ini harga gas elpiji 12 kilogram melambung hingga Rp 82.000 dari Rp 70.000.