REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Keabsahan Pemilukada Depok pada 2010 lalu yang memenangkan Nur Mahmudi Ismail dan Idris Abdus Shamad digugat.
Mereka yang mengatasnamakan dirinya masyarakat peduli Hukum (MPH), menggelar aksi 'Pengambilalihan Kekuasaan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok'.
Aksi dilakukan di depan kantor Wali Kota Depok, Jawa barat (Jabar), Senin (23/12). Eddy Faisal, caleg DPR dari PKB untuk wilayah Pemilihan Kota Depok-Bekasi itu, menilai Nur Mahmudi dan Idris Abdus Shamad menilai ilegal.
Dasarnya, ia menjelaskan adalah Surat Menteri Dalam Negeri tentang Pengesahan Pengangkatan Walikota dan Wakil Walikota Depok periode 2011-2016. Padahal surat itu keluar setelah SK KPU Kota Depok terkait Pemilukada Kota Depok 2010 dibatalkan KPU Kota Depok.
"Menurut ketentuan dan prinsip-prinsip hukum administrasi negara yang berlaku di NKRI, pada saat SK Mendagri batal demi hukum, maka seharusnya Mendagri mencabut atau membatalkan SK yang dikeluarkannya itu dan menunjuk seorang Plt Wali Kota untuk menjalankan roda pemerintahan. Namun faktanya, meskipun seluruh prosedur ketatanegaraan dan ketata pemerintahan telah ditempuh oleh masyarakat untuk meminta Mendagri mencabut SK-nya, Mendagri Gamawan Fauzi tidak mau melakukannya bahkan mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif dengan system dan mekanisme hukum adminsitrasi Negara yang benar," papar Eddy.
Ia mengatakan, permasalahan hukum terkait status Walikota dan Wakil Waalikota Depok tersebut juga telah dikaji dan dibahas pakar hukum tata negara dan pakar hukum pidana.
Ia menyebut Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, Prof Dr E Koswara Nalapradja, dan Dr Egie Sujana, yang menyatakan status hukum Walikota dan Wakil Walikota Depok tidak sah.
"Pendapat hukum para pakar itu tak dipandang oleh Mendagri. Status jabatan wali kota dan wakil wali kota Depok yang cacat hukum dibiarkan terkatung-katung tanpa kepastian hukum," tuturnya.