Kamis 19 Dec 2013 19:28 WIB

Jika Atut Membangkang, KPK Lakukan Upaya Paksa

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Dewi Mardiani
  Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah saat tiba di gedung KPK untuk memenuhi panggilan KPK di Jakarta, Jumat (11/10).     (Republika/Prayogi)
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah saat tiba di gedung KPK untuk memenuhi panggilan KPK di Jakarta, Jumat (11/10). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana akan melakukan pemeriksaan terhadap Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap penanganan sengketa pilkada Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi (MK). Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, mengatakan Atut dapat dilakukan pemanggilan paksa.

"Bila membangkang maka akan dikenakan upaya paksa," kata Bambang Widjojanto dalam pesan singkatnya, Kamis (19/12). Pihaknya akan melihat terlebih dulu panggilan terhadap Atut sebagai tersangka pada Jumat (20/12) ini. Jika Atut tidak memenuhi panggilan dan tidak ada alasan yang cukup yang menjadi dasar ketidakhadirannya, maka sesuai prosedur dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Atut akan dipanggil lagi.

Jika Atut tetap tidak memenuhi panggilan kedua tersebut, lanjutnya, maka KPK akan melakukan upaya paksa pada panggilan ketiga berupa pemanggilan paksa. Atut dipanggil sebagai tersangka untuk kasus suap penanganan sengketa pilkada Kabupaten Lebak.

Sebelumnya KPK telah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap Gubernur Banten ini sehari setelah penetapan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan sengketa pilkada Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi pada 3 Oktober 2013. Saat itu Atut berstatus sebagai saksi dalam kasus tersebut.

KPK baru menetapkan Atut sebagai tersangka dalam pengembangan kasus ini usai ekspose atau gelar perkara yang dilakukan tim penyidik dan pimpinan KPK pada Senin (16/12). Bahkan tidak hanya kasus itu, KPK juga menetapkan Atut sebagai tersangka untuk kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) di Pemprov Banten pada Tahun Anggaran 2010-2012, meski belum menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement