Selasa 26 Nov 2013 19:20 WIB

Pascapenyadapan, Pejabat Diimbau Pakai Sistem Telekomunikasi Khusus

Rep: Indah Wulandari/ Red: Fernan Rahadi
Perang siber (Cyber War). Ilustrasi.
Foto: post.jargan.com
Perang siber (Cyber War). Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyadapan saluran telekomunikasi seluler yang dilakukan Australia terhadap para pejabat teras dan mantan pejabat Indonesia membuat sejumlah kalangan kebakaran jenggot. Pakar teknologi komunikasi Sarwoto Atmosutarno menilai hal itu dikarenakan belum adanya kesadaran akan pentingnya keberadaan cyber war dan cyber defense di kalangan pembangun dan pengelola jaringan tersebut.

“Selama pejabat publik menggunakan jaringan komunikasi publik jelas tidak aman. Sudah saatnya komunikasi pemerintahan dibuatkan sistem telekomunikasi khusus,” ungkap kata mantan ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) ini.

Regulasi tentang pengaturan komunikasi bagi pejabat sebenarnya telah termaktub dalam UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Namun, pelaksanaannya minim, bahkan prioritasnya terabaikan.

Lebih lanjut, Sarwoto mengungkapkan bahwa idealnya pejabat dan instansi pemerintah serta pihak-pihak yang rawan mendapatkan serangan dalam cyber war difasilitasi dengan Jaringan Pengguna Khusus (Closed User Group) yang lebih aman.

Jaringan semacam ini bisa melindungi aktivitas telekomunikasi pejabat dan instansi pemerintah atau bahkan figur publik secara khusus dengan hierarki yang jelas standar operasinya. Sumber daya manusia diyakini Sarwoto mampu membangun sistem pertahanan yang tangguh, dan dalam jangka lima tahun sudah bisa mengejar ketertinggalan di bidang cyber war.

“Yang penting ada konsistensi perencanaan dan tidak tergantung pada periode siapa yang berkuasa untuk melaksanakannya,” kata Sarwoto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement