REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) masih berupaya membersihkan noda akibat dua peristiwa memalukan yang menimpa lembaga peradilan ini.
Penangkapan Ketua MK yang kini telah diberhentikan Akil Muchtar dan perusakan gedung oleh sekelompok orang tempo hari menjadi cambuk bagi delapan hakim yang tersisa.
Wakil Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, saat ini pihaknya terus berusaha mengembalikan kewibawaan dan marwah MK.
Dirinya dan hakim-hakim lainnya, menurut dia, masih berusaha melakukan beberapa perubahan di MK agar kinerja para hakim dapat mereka kembali dipercaya.
Tetapi menurut dia, MK pun meminta dukungan masyarakat. Salah satunya adalah agar tak selamanya menaruh anggapan miring kepada MK.
Ia berujar, dalam masa pemulihan ini, MK amat membutuhkan dukungan semua pihak terutama masyarakat luas.
Ia mengatakan, penting bagi MK agar tetap mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat dalam menjalankan tugasnya.
Hal itu, menurut dia, dapat membangun kewibawaan MK sehingga bisa melakukan tugas dan kewenangannya dengan baik.
"Kami meminta segenap masyarakat untuk percaya kepada kami. Ok memang ada yang ditangkap karena nakal (Akil) tapi tidak semua hakim berperilaku demikian," katanya kepada Republika, Sabtu (16/11).
Arief berujar, masyarakat perlu yakin kasus Akil sudah cukup menampar dan membebani seluruh hakim MK yang tersisa.
Menurut dia, bukan perkara mudah mengembalikan martabat MK, dan langkah pemulihan kewibawaan itu, akan lebih sulit jika masyarakat terus apatis pada lembaga ini.
Ia mengambil contoh kericuhan di ruang sidang MK tempo hari. Dengan perilaku masyarakat seperti itu, tentu sulit bagi MK untuk berbenah diri.
Tidak adanya dukungan dari masyarakat, ia menambahkan, akan membuat lembaga ini sulit mencapai kewibawaannya kembali yang mana hal itu amat penting bagi mereka.
"Tolong kepada masyarakat, akademisi, pengamat, dan penyelenggara negara ini untuk sama-sama memberikan dukungannya kepada MK agar segera dapat bertugas dengan baik," ujarnya.
Ketika disinggung mengenai saran agar MK tak lagi mengurusi Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) karena sedang terkena krisis kepercayaan, Arif meminta sebaliknya.
Ia melihat, kesempatan MK untuk memperbaiki diri ada di penyelesaian sengketa Pilkada yang selama ini kadung dianggap sebagai lahan Akil bermain.
"Kesempatan kami untuk perbaiki itu. Bentuk pemulihan ini dilihat dari usaha kami menelurkan amar dari putusan sengketa Pilkada yang seadil-adilnya, PHPU tetap MK yang tangani," katanya.
Setali tiga uang, Ketua MK Hamdan Zoelvan juga menilai peradilan PHPU masih akan menjadi kewenangan mereka.
Menurut dia, Undang-undang (UU) yang tertera memang memberikan mandat kepada MK untuk memutus perkara PHPU.
Namun, bila negara melihat proses peradilan sengketa Pilkada tak bisa lagi dipercayakan kepada MK, ia menyerahkan kepada pembentuk UU.
"Pemberian kewenangan MK mengadili PHPU berdasarkan ketentuan UU bukan langsung dari konstitusi,” ujarnya melalui pesan singkat yang diterima Republika. Sabtu.