Rabu 13 Nov 2013 05:40 WIB

Menengok Warisan Terakhir Jamsostek

Logo Jamsostek.
Foto: Blogspot.com
Logo Jamsostek.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika

 

PT Jamsostek (Persero) akan berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mulai 1 Januari 2014. Selain Jamsostek, PT Asabri, PT Askes, dan PT Taspen tidak luput akan berubah dan menjalani transformasi.

 

Hal itu sebagai implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang (UU) 24/2011 yang mewajibkan empat perusahaan negara di bidang asuransi melebur menjadi satu. Harapannya, badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial itu nantinya bisa semakin maksimal dalam melayani seluruh warga Indonesia.

 

Sesuai UU BPJS, Jamsostek akan berganti nama menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu jelas menimbulkan kesan tersendiri bagi sebagian masyarakat yang pernah bersentuhan dengan perusahaan tersebut. Pasalnya, banyak pencapaian yang telah dilakukan Jamsostek selama berinteraksi dengan nasabah.

 

Tengok saja hingga akhir Mei 2013, peserta aktif Jamsostek mencapai 12,1 juta jiwa. Angka tersebut naik 11 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Secara keseluruhan, pekerja yang terdaftar dalam program Jamsostek mencapai 28 juta pekerja. Kalau dipersentasekan, peserta aktif hanya sekitar 43 persen dari total pekerja. Meski tidak terlalu banyak, jumlah nasabah yang ditangani Jamsostek jelas terbilang besar.

 

Ditinjau dari sisi positifnya, pencapaian Jamsostek layak diacungi jempol. Pasalnya, Jamsostek telah menunjukkan komitmen untuk melayani nasabah. Hingga kuartal III tahun ini, Jamsostek mencatatkan pembayaran jaminan yang mencapai Rp 9,3 triliun. Jumlah itu naik 26,02 persen daripada periode sebelumnya sebanyak Rp 7,4 triliun.

 

Menurut Direktur Utama Jamsostek Elvyn G Masassya, perusahaannya baru melakukan pembayaran jaminan sekitar 92,78 persen dari target sebesar Rp 10,4 triliun. Dengan memperhitungkan empat bulan terakhir, tidak berat bagi Jamsostek untuk mencapai target, bahkan melampauinya. Berbagai pencapaian itu jelas menjadi pertanda komitmen Jamsostek dalam melayani nasabah.

 

Warisan Jamsostek

Berdasarkan data per September 2013, aset Jamsostek mencapai Rp 146 triliun. Angka itu terbilang cukup besar jika mengacu pada jumlah pekerja yang menjadi anggota. Dari jumlah itu, diproyeksikan sebesar Rp 11,5 triliun dikembalikan kepada peserta dalam bentuk layanan.

 

Terdapat empat program yang menjadi tanggung jawab Jamsostek. Layanan itu mencakup program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Khusus JPK, ketika Jamsostek sudah resmi menjadi BPJS Ketenagakerjaan, program itu diserahkan kepada Askes.

 

Direktur Pelayanan Jamsostek, Achmad Riyadi, menjelaskan terjadi peningkatan signifikan pekerja aktif yang mengikuti program JPK hingga Mei 2013. Jumlah peserta mencapai satu juta pekerja dari total 12,1 juta peserta aktif. Mau tidak mau, belasan juta nasabah itu telah menerima manfaat atas keikutsertaannya sebagai peserta Jamsostek.

 

Kalau ditelisik, Jamsostek telah mewariskan berbagai pelayanan yang bermanfaat bagi pekerja. Di antaranya adalah pemberian proteksi bagi pekerja yang mengalami kecelakaan. Ketika mereka tertimpa kejadian buruk, tentu butuh ongkos yang tidak sedikit. Berurusan dengan rumah sakit sekarang ini dipastikan membutuhkan biaya besar.

 

Survei Global Medical Trends Report dari Towers Watson pada 2012 menunjukkan, rata-rata biaya pengobatan di Indonesia pada 2009 sampai 2011 meningkat dari 10,70 persen menjadi 13,55 persen per tahun. Pada periode yang sama, rata-rata kenaikan pendapatan orang Indonesia hanya 1,2 persen. Data tersebut mengacu laporan Badan Pusat Statistik (BPS) periode 2011-2012.

 

Namun, dana tertanggung yang seharusnya menjadi beban pekerja itu, meski tidak semua, sebagian sudah diambil alih Jamsostek. Jika saja pendapatan pekerja yang dilaporkan bisa lebih besar, cakupan dana perlindungan ketika terjadi hal buruk pasti lebih banyak. Hal itu setidaknya menolong pekerja dengan penghasilan pas-pasan.

 

Capaian lain yang jarang tersorot adalah beberapa keuntungan lain yang sudah dirasakan peserta program Jamsostek. Perusahaan yang memiliki filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi risiko sosial ekonomi bagi nasabah ini telah memberikan tambahan terkait dengan program JPK.

 

Tidak hanya itu, pelayanan cuci darah, pengobatan jantung, dan transpalasi organ tubuh yang mencapai Rp 80 juta untuk satu pekerja per tahun, serta layanan HIV/Aids jelas tidak bisa diabaikan begitu saja sebagai prestasi membanggakan. Mungkin, bagi sebagian orang yang berpikir skeptis, langkah yang dilakukan Jamsostek itu hal biasa yang sudah seharusnya ditunaikan perusahaan.

 

Namun, kita harus jujur bahwa hal itu bisa terwujud berkat komitmen kuat Jamsostek dalam memberikan pelayanan maksimal bagi peserta program. Harap diingat, risiko terkena penyakit atau bahkan kematian selalu menghantui setiap orang, khususnya pekerja. Padahal, dua faktor tersebut yang selama ini paling banyak menyita alokasi dana seseorang.

 

Tanpa adanya keinginan dalam memenuhi kewajiban perusahaan, sangat mungkin banyak pekerja sudah jatuh miskin. Tapi, hal itu tidak terjadi lantaran Jamsostek dengan aturan yang ada mengucurkan dana untuk meringankan beban nasabah.

 

Bagi mereka yang selama ini tidak mengalokasikan pendapatannya untuk investasi kesehatan, keberadaan Jamsostek jelas menjadi dewa penyelamat. Jika mau jujur, banyak warisan bagus yang sudah ditinggalkan Jamsostek sebagai kompensasi pembayaran iuran oleh peserta. Semoga saja, capaian itu dapat berlanjut ketika perusahaan sudah bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement