Jumat 08 Nov 2013 12:37 WIB

'Hukum Adat atas Aset Tanah Harus Dikuatkan Perda'

Rep: Asep K Nurzaman/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Konflik Tanah (Ilustrasi)
Foto: antara.com
Konflik Tanah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BITUNG -- Masyarakat tidak bisa sembarangan menerapkan aset tanah berdasarkan hukum adat atau hak ulayat. Badan Pertanahan Nasional (BPN) hanya akan memproses legalisasi atau sertifikasi atas klaim itu jika hukum adatnya dikuatkan lewat peraturan daerah (perda).

"Hukum adat itu bisa hanya di mulut atau di awang-awang. Tanpa perda tidak bisa diakui secara hukum," kata Kepala BPN, Hendarman Supandji, di Kantor Pertanahan Kota Bitung, Sulawesi Utara, Jumat (8/11).

Mantan Jaksa Agung itu menjelaskan, hukum adat harus memenuhi tiga unsur. "Ada tidak masyarakat adatnya? Apakah punya wilayah? Adakah pemerintahan yang mengatur masyarakat adatnya?" ujar Hendarman.

Pemenuhan syarat-syarat itu harus juga diperkuat oleh penelitian ilmiah yang melibatkan kalangan ahli dan perguruan tinggi. Setelah ini baru dikukuhkan melalui perda.

Persoalan hukum adat ini banyak ditemui di daerah-daerah, dan sering menimbulkan konflik pertanahan, seperti di Sulawesi Utara berlaku hukum adat pasini yang lokasi lahannya berdasarkan penunjukkan tetua adat dan berlaku secara turun temurun.

Namun, seiring bertambah banyaknya keturunan, hukum pasini itu menimbulkan konflik saling klaim hak atas tanah itu. Ada juga hukum adat dengan sistem budel , yaitu tanah yang belum dibagikan kepada ahli waris tapi sudah ada yang pindah tangan karena dijual salah satu ajli warisnya.

"Kami ingin ada aturan yang disederhanakan tapi jelas untuk menyikapi persoalan hukum adat itu," kata Gubernur Sulut, Sarundajang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement